Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ibu Korban Tidak Percaya Hasil Visum RSUD

Vivi Gantung Diri 3 Tahun Lalu
Oleh : Ali
Sabtu | 18-12-2010 | 17:26 WIB

Batam, batamtoday - Helin, ibu Vivi Purnama Sari masih tidak percaya hasil visum yang diberikan RSUD tiga tahun lalu yang menyatakan bahwa anaknya mati bunuh diri di kamar kostannya karena gantung diri, tepatnya pada 31 Juli 2007. Helin lalu mencoba mengadukan hal ini ke Komite Anti Trafficking dan Hak Azasi Manusia (KAT dan HAM) Kepri.


Helin mendatangi kantor KAT dan HAM yang berkantor di Jodoh, Jumat (17.12) dan diterima diterima Sekretaris KAT dan HAM, Akhiruddini.

Diceritakan bahwa, Vivi Herlin Purnama Sari adalah siswi kelas III, SMEA Indra Sakti Tanjungpinang dan merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Hasil visum et repertum nomor 39/474.3/MR/2007 yang dikeluarkan RSUD hasil kerja dr Yunisaf, menimbulkan banyak pertanyaan bagi ibu beranak lima ini.

Kejanggalan yang dilihat Helin diantaranya, lidah tidak menjulur, mata tidak melotot dan tidak ada kotoran saat korban temukan pertama sekali. Dan penyebab kematian dikatakan dr  Yunisaf karena kekurangan oksigen di otak sebab terhambatnya aliran darah ke otak karena jeratan tali gantungan.

Sekretaris KAT dan HAM Kepri, Akhiruddin kepada batamtoday mengatakan bahwa Ibu korban sama sekali ragu dengan hasil visum yang dikeluarkan pihak RSUD dan dr Yunisaf tersebut," kata Akhiruddin Sabtu (18/12). Sehingga sang ibu membawa hasil visum itu ke Jakarta, ke FKUI, pada Kantor Departemen ilmu kedokteran Forensik dan medikolegal FKUI di Salemba, Jakarta.

"Ketika itu, permohonan ibu Helin ditanggapi oleh dr Abdul Mun'im Idris, seorang spesialis forensik," kata Akhiruddin.

Kesimpulan yang diberikan Abdul Mun'im Idris, pakar  forensik yang memang sudah sangat mumpuni itu bahwa, visum et repertum nomor 39/474.3/MR/2007 yang dikeluarkan RSUD hasil kerja dr Yunisaf tidak jelas dan terang, apa yang menjadi penyebab kematian korban.

Menurut Mun'im, dr Yunisaf tidak melakukan pemeriksaan sebagaimana mestinya dan tidak membedakan bagian mana dari visum yang merupakan fakta pengganti barang bukti.

"Untuk mendapat kejelasan pasti, perlu dilakukan pengkajian ulang secara terpadu antara penyidik dan dokter spesialis fotensik," demikian kesimpulan dr Mun'im sebagaimana dituturkan Akhiruddin.

"Mayat harus dibedah ulang dan yang melakukan haruslah ahli forensik dengan melibatkan dr Yunisaf sebagai pihak yang pertama kali melakukan pemeriksaan atas mayat Vivi," tambah Akhiruddin mengulang pendapat Mun'im.

Ibu Korban berharap, kasus ini dapat ditangani secara profesional, sehingga tidak ada lagi keraguan pada diri keluarga dalam menerima kematian Vivi.