Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Buruh Migran Indonesia Jadi Komoditas Pasar Global

International Migrant Day 2010
Oleh : Tunggul Naibaho
Sabtu | 18-12-2010 | 16:55 WIB

Jakarta, batamtoday - Sikap politik pemerintah Indonesia atas tenaga kerja Indonesia (TKO) di luar negeri telah menempatkan para TKI tersebut sebagai komoditi pasar global. Tanpa perlindungan yang memadai dan efektif, lebih kauh lagi Indonesia telah mengamini perbudakan global.


 

Demikian press release yang diterima redaksi batamtoday dari Serikat Buruh Migran (SBM) yang terdiri dari  ARRAK 90 (Aliansi Rakyat untuk Ratifikasi Konvensi Migran 1990), Komite Aksi PRT. dan JARI PPTKLN (Jaringan Revisi UU PPTKLN), juga komunitas masyarakat sipil peduli Buruh Migran dalam memperingati Hari Buruh Migran Internasional atau International Migrant Day  2010.

Indonesia sebagai salah satu terbesar p;emasok buruh migran, seharusnya mengambil peran strategis dalam mengangkat harkat buruh migran dan menghapus perbudakan global.

Sayangnya pemerintah justru menunjukan langkah mundur dalam kebijakan perlindungan TKI juga PRT. Meski berbagai kasus eksploitasi, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi buruh terus bermunculan, namun pemerintah sama sekali tidak mengubah sistim perlindungan kepada TKI, sehingga terkesan pemerintah memandang buruh migran sebagai komoditas pasar, bukan sebagai manusia.

Hal ini terbukti dengan, Pertama, Pemerintah dan DPR RI enggan untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya; Kedua, Pemerintah tidak mendukung usulan Konvensi PRT; Ketiga, DPR dan Pemerintah menggantung pembahasan RUU PRT;dan Keempat, DPR dan Pemerintah melakukan  revisi UU 39/2004 tentang PPTKLN tanpa mengedepankan perlindungan hak-hak Buruh Migran dan justru memberi jalan bagi bisnis migrasi.

Padahal indikator utama komitmen Negara menghapuskan perbudakan, adalah melalui peraturan perundang-undangannya. Sebagaimana dinyatakan Konvensi PBB Tentang Perbudakan 1926 dan 1963.

Langkah mundur ini justru akan mencoreng citra Indonesia sebagai Pemimpin ASEAN tahun 2011 nanti. Alih-alih menciptakan kebijakan perlindungan, Pemerintah Indonesia malah menyerukan penghentian pengiriman PRT ke luar negeri. Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi, karena PRT dibutuhkan untuk menopang perekonomian keluarga di dunia. Di saat yang sama, Pemerintah Indonesia terus membuat perjanjian penempatan dengan negara tujuan, tanpa mensyaratkan perlindungan TKI.

Sementara sepanjang tahun 2009 saja terdapat 44.438 kasus pelanggaran hak-hak TKI di negara-negara tempat kerja buruh migran Indonesia. Selain itu, berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan pada tahun 1998-2010, ada 6.266 kasus kekerasan seksual yang dialami buruh migran perempuan.