Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Pengadaan Fasum dan Fasos 2011

Mantan Bupati Natuna Raja Amirullah Divonis 2 Tahun Penjara
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 18-06-2015 | 12:10 WIB

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah, terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di Kabupaten Natuna divonis selama 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang, Rabu (17/6/2015).
‎

Selain dihukum pidana, Ketua Majelis Hakim, Parulian Lumbantoruan SH didampingi Hakim Anggota, Fathul Mujib SH dan Jhoni Gultom SH juga menghukum terdakwa dengan dena sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam putusanya, majelis hakim menyatakan, Raja Amirullah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, menyalahgunakan kewenangannya sebagai Bupati dalam ppembayaran ganti rugi lahan fasum dan fasos di Kabupaten Natuna 2010-2011. 

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) F. Fajar SH dan D. Lama SH dari Kejaksaan Negeri Natuna yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman selama ‎3 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan atas dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Menanggapi putusan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir, sementara Raja Amirullah dan kuasa hukumnya menyatakan banding karena tidak terima dengan vonis yang dijatuhkan. Selain itu, mantan Bupati Natuna ini juga mengaku dizalimi atas penetapannya sebagai tersangka. 

"Saya tidak terima dan saat ini juga saya menyatakan banding, saya terjholimi dalam kasus ini, karena hanya mengeluarkan SK pelaksanaan ganti rugi lahan, saya dituduh bersalah merugikan negara, padahal saya tidak menerima dana apapun dalam hal ini," ujarnya. 

Pelaksanaan ganti rugi fasum dan fasos di Natuna itu, kata dia sebelumnya, sudah ada dalam APBD 2009, yang menjadi permasalahan adalah SK yang ditandatangani oleh Bupati yang lama dianggap tidak berlaku, padahal dalam aturan hukum, sepanjang peraturan itu belum dicabut masih tetap berlaku. 

"Saya juga menyayangkan praktik Pengadilan, yang menyatakan mengeluarkan SK ini pidana, dan proses peradilan selama ini juga jauh dari rasa keadilan," ujarnya.

Menurutnya, sebanyak 36 orang saksi yang telah dihadirkan dipersidangan untuk dirinya tidak satu pun yang menyatakan dirinya terlibat dalam kasus. Namun hanya karena satu saksi, Asmasi yang menyatakan dirinya terlibat, yang saat itu menyatakan bahwa dirinya yang memerintahkan untuk melakukan pertemuan dengan warga pemilik lahan dalam rangka pembebasan lahan di kantor lurah, langsung dijadikan Hakim sebagai pertimbangan untuk menyatakan dirinya bersalah.

"Padahal saksi Asmiadi sudah kami laporkan ke pihak kepolisian melakukan kesaksian palsu dipersidangan. Saya mengira dengan adanya pengadilan seperti ini saya bisa mendapat keadilan yang sebenar-benarnya ternyata hanya seperti ini dan apa yang saya dapatkan benar-benar jauh dari harapan saya," ujar Amirullah.

Sebagai mana diketahui, Mantan Bupati Natuna Raja Amirullah ditetapkan sebagai tersangka menyusul Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Natuna, Asmiyadi dan Bahtiar selaku PPTK oleh Penyidik Polisi dalam korupsi pelaksanaan ganti rugi lahan sebesar Rp 2,020 miliar dari APBD 2010 tanpa membentuk panitia pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan itu dilakukan dengan cara mengundang langsung pemilik lahan.

Ganti rugi lahan menurut Jaksa tidak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan bagi Kepentingan Pembangunan dan untuk Kepentingan Umum.

Dalam Bab IV peraturan pemerintah ini, secara jelas dikatakan, tata cara pengadaan tanah untuk tanah yang luasnya di atas 1 hektare, maka Bupati membentuk Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah. 

Namun oleh Asmiyadi dan Bahtiar, pengadaan ganti rugi lahan untuk fasum dan fasos itu hanya berdasarkan SK Plt Bupati Natuna. Akibatnya, dari 39.252 meter persegi luas lahaan yang dibayar dan dibebaskan, jumlah riil di lapangan hanya sekitar 30.078 meter persegi. Sehingga dari hasil perhitungan luas lahan dengan total pembayaran terdapat selisih jumlah pembayaran senilai Rp 360 juta yang merugikan keuangan negara

Editor: Dodo