Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPK Baru Lahir dari Rahim Srikandi
Oleh : Redaksi
Senin | 01-06-2015 | 10:59 WIB

Oleh: HS. Santi*

SUARA dukungan, begitu pula suara keraguan, pasti akan selalu muncul dalam menanggapi setiap pembentukan tim seleksi. Lazim saja, makin tinggi 'gengsi' lembaga makin hebat pula komentar, harapan, sekaligus tekanan yang bakal muncul menyertai terbentuknya tim tersebut.

Apalagi untuk sekelas Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam situasi KPK saat ini yang berada di bawah sorotan karena sejumlah pemimpinnya dirundung kasus hukum yang memaksa mereka harus nonaktif, kerja panitia seleksi (pansel) yang sudah berat memang menjadi bertambah berat.

Amat berat karena mereka bak saringan awal yang menjadi akan menentukan hitam putihnya KPK nanti. Tugas berat itulah yang barangkali memicu keraguan dari sebagian kalangan setelah melihat figur dan profil sembilan anggota teranyar Pansel Pimpinan KPK 2015.

Hal tersebut merupakan bentuk kewajaran karena hal itu disebabkan dalam kurun beberapa saat terakhir, KPK tengah menghadapi hantaman dari dalam yang berakibat pada tergerusnya kredibilitas lembaga. Dimana, berlama-lama menggantung status tersangka hingga penetapan tersangka yang dinilai tergesa-gesa memicu kritik amat keras terhadap KPK.

Perubahan Membawa Harapan

Perubahan selalu membawa harapan. Hal itulah yang kembali dilakukan Presiden Joko Widodo yang mengumunkan nama-nama anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK). Perubahan paling nyata memang terkait dengan gender karena kesembilan anggota Pansel KPK itu seluruhnya perempuan. Pemilihan sosok-sosok tersebut patut diapresiasi. Lewat nama-nama tersebut, Presiden Jokowi bukan hanya membuktikan independensi dari tekanan apa pun dan pihak mana pun, melainkan juga visi seorang pemimpin. Selain itu, praktik korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan banyak institusi membutuhkan strategi matang untuk menghadapinya.

Presiden Jokowi juga menaruh harapan kepada para srikandi agar menjadi pilar penentu strategi untuk menghadapi perang pemberantasan korupsi karena kesembilan sosok tersebut merupakan para ahli dengan kompetensi bidang yang lengkap. Tidak kalah penting, kesembilannya juga tidak terkait dengan kepentingan politik tertentu. 
Penempatan pakar moneter dan pakar hukum di dua pucuk teratas Pansel KPK menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sangat memahami gentingnya praktik korupsi di Indonesia. Sudah banyak kasus memperlihatkan korupsi terjadi dengan memanfaatkan kelemahan tata kelola keuangan negara serta hukum yang dapat dibengkokkan. Namun, tentu saja sehebat apa pun catatan yang telah dibuat para srikandi itu barulah langkah yang amat awal. Harapan perubahan baru akan terjawab dengan hasil kerja pansel nantinya.

Dalam sejarah dan berbagai studi, perempuan memang bukan hal asing dalam perubahan. Banyak catatan sejarah baru lahir karena kiprah perempuan, begitu dalam dunia yang makin sarat dengan praktik korupsi. Sebuah studi oleh lembaga dunia telah menemukan bahwa semakin tinggi keterlibatan perempuan dalam pemerintahan, berdampak pada tingkat korupsi yang lebih rendah. Itu disebabkan para perempuan dianggap memiliki standar etik yang lebih tinggi dan lebih peka pada kepentingan orang banyak. Namun, hanya berkaca pada latar gender sesungguhnya adalah pengerdilan terhadap anak bangsa, dan juga pengotakan terhadap perang besar yang tengah dihadapi negara ini.

Harapan di Pansel KPK justru muncul karena faktor yang lebih hakiki ketimbang urusan jenis kelamin. Untuk itu, pada kursi ketua sekaligus anggota, Presiden Jokowi menempatkan ahli ekonomi keuangan dan moneter Destri Damayanti. sebagai wakilnya sekaligus anggota, duduk pakar hukum tata negara Enny Nurbaningsih. Di enam kursi anggota ada pakar pidana hukum dan hak asasi manusia Harkristuti Harkrisnowo, ahli teknologi informasi dan manajemen Betty Alisjahbana, ahli hukum pidana, ekonomi, dan pencucian uang Yenti Garnasih, ahli psikologi sumber daya manusia dan pendidikan Supra Wimbarti, ahli tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi Natalia Subagyo, ahli hukum dan perundang-undangan Diani Sadiawati, serta ahli sosiologi Meuthia Ganie Rochman.

Tantangan Besar

Masyarakat Indonesia semua, tentu menginginkan lembaga antirasywah yang lebih kuat sekaligus lebih berintegritas daripada yang ada sekarang. Masyarakat pasti ingin KPK yang bertenaga, yang tidak mudah diperlemah oleh hantaman-hantaman baik dari dalam maupun dari luar. 

Banyak yang melihat tantangan besar yang dihadapi pansel justru sebagai alasan untuk mendukung karena menurut mereka, ini bukan saatnya mengobral keraguan karena alih-alih mau menjawab keraguan, mulai bekerja pun mereka belum. Biarkan mereka bekerja dan berilah waktu mereka menunjukkan kemampuan dan kecakapan, tanpa tekanan, tanpa intervensi, tanpa rupa-rupa titipan.

Tantangan tersebut harus dijawab KPK saat ini dan masa datang harus dikelola oleh jajaran komisioner mumpuni, yang tidak hanya mempunyai keberanian dan kejujuran tingkat tinggi, tetapi juga menguasai, memiliki pengetahuan sekaligus jejaring lintas bidang mengingat kejahatan korupsi hari ini yang terus berevolusi dalam rupa-rupa bentuk. 

Di sisi lain, tantangan berikutnya publik menginginkan KPK yang bisa bekerja sama dengan institusi penegak hukum lain, yakni kejaksaan dan Polri. Langkah KPK dalam memerangi korupsi di negeri ini betul-betul menghadapi hadangan mahaberat dari segala sisi. Ironisnya lagi, hadangan itu juga datang dari dalam KPK sendiri. Penegakan hukum hanya akan membuahkan keberhasilan sejati jika dilakukan dengan tertib hukum. Penegakan hukum tidak mungkin berhasil jika mengabaikan kecermatan atau bahkan bertindak serampangan. Prinsip itu pula yang semestinya dipegang teguh oleh KPK sebagai ujung tombak pemberantas korupsi yang paling dipercaya publik.

Masyarakat harus mendukung dan menghormati pilihan Presiden Jokowi. Tidak elok rasanya kita menumpuk keraguan kepada sembilan orang tersebut ketika mereka belum mulai bekerja.Ketika praktik korupsi terus menggurita ke segala arah dan sudut, kecakapan pansel yang saling melengkapi di hampir semua bidang amat diharapkan mampu menemukan sosok pemimpin KPK yang juga cakap dan jeli menelusuri lubang-lubang sumber korupsi.

Karena itu, boleh saja ada yang beranggapan mereka hanya pakar dari sisi teori dan kurang mumpuni dalam praktik pemberantasan korupsi, tetapi yang terpenting mereka tidak mempunyai jejak buruk dalam hal korupsi dan mereka juga relatif steril dari tangan-tangan kotor yang nantinya bakal melakukan tekanan demi memuluskan kroninya menjadi komisioner KPK. Masyarakat Indonesia juga mengingatkan kepada pansel terpilih agar tetap berjalan lurus tanpa kompromi. Berikan kinerja terhebat untuk menghasilkan komisioner terbaik untuk memberantas korupsi di Indonesia. *

*) Penulis adalah Pegiat Anti Korupsi.