Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Oknum Pegawai BC ' Sakti' , Rugikan Pengusaha Nasional
Oleh : Taufik
Jum'at | 17-12-2010 | 10:45 WIB

Jakarta, batamtoday - Pelaku usaha  sering 'dikerjai' oleh oknum bea cukai saat mengimpor bahan baku untuk keperluan industri.  Salah satu modusnya, adalah mempersulit pengeluaran barang dengan memperselisihkan jenis nomor HS (harmonize system) dari barang yang diimpor.

Pengusaha, M Hatta Sinatra, Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia menuturkan, dirinya pernah mengalami kesulitan mengeluarkan barang dari pelabuhan Tanjung Priok, ketika bahan kain yang ia impor diklaim oleh oknum Bea Cukai nomornya HS-nya berbeda atau biasa disebut pelarian nomor HS.

Cara petugas bea cukai mengetahui pelarian HS itu pun cukup ajaib. Menurut Hatta, ketika itu si petugas Bea Cukai hanya mengambil sampel kain lalu membakar dan mencium aromanya. Setelah itu, oknum petugas langsung mengatakan bahan baku yang ia impor bernomor HS tak sesuai dengan dokumen impor.

"Oknum BC ini sakti, bisa membedakan nomor HS dari penciuman saja," katanya disela-sela acara diskusi masyarakat Bangga Produk Indonesia di Jakarta, Kamis (16/12).

Si oknum petugas tersebut menawarkan uji lab untuk memastikan kebenaran nomor HS dengan biaya Rp 750.000. Sayangnya hasil lab itu baru bisa keluar setelah satu bulan, sementara ia  membutuhkan bahan kain itu untuk produksi mebel yang harus diekspor kembali.

"Saya mengalah, dan mengajak komprom,i akhirnya barang saya bisa keluar," katanya.

Hatta menjelaskan kejadian ini bukan sekali saja, sehingga ia menggarisbawahi jika kondisi ini terus terjadi akan  mengurangi daya saing industr nasional,i khususnya mebel rotan. Pasalnya, negara-negara pesaing seperti Vietnam dan China relatif aman dari masalah hambatan-hambatan di pelabuhan khususnya soal kepabeanan.

Menurutnya masalah layanan dan infrastruktur di pelabuhan hanya bagian kecil dari hal yang menggrogoti daya saing produk mebel lokal. Negara pesaing mampu menjual produk dengan harga  lebih miring. Sementara produk lokal sebaliknya, karena berbagai faktor, seperti biaya siluman di instnasi instansi pemerintah, dan masalah  lain-lain.

"Ada rasa frustasi diantara kalangan pelaku industri rotan," katanya.