Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Ikut Daftar Seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi

Pakar Hukum Tata Negara Puji Sikap Hamdan Zoelva Ajarkan Budaya Konstitusi yang Baik
Oleh : Redaksi
Minggu | 28-12-2014 | 10:29 WIB
hamdan Zoelva.jpg Honda-Batam
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memuji sikap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, yang memilih tidak ikut pendaftaran calon hakim konstitusi.


Hamdan, hakim asal Bima NTB ini memutuskan tidak ikut seleksi calon hakim konstitusi oleh panitia seleksi (pansel) yang dibentuk Presiden Joko Widodo.

"Kalau saya jadi Hamdan Zoelva, sayapun akan mengambil sikap yang sama. Hamdan sudah diangkat jadi hakim MK oleh Presiden SBY sebagai salah satu dari tiga hakim MK yang jadi wewenang Presiden untuk mengangkatnya," jelas Yusril di Jakarta, Minggu (28/12/2014)

Bukan hanya hakim, dalam perjalanan kariernya, Hamdan Zoelva telah terpilih menjadi wakil ketua (saat itu ketua MK dijabat Akil Mochtar), dan sekarang menjabat ketua MK.

"Dalam posisi seperti itu, ketika masa jabatan pertama Hamdan habis, Presiden tinggal pilih apakah akan pertahankan Hamdan atau menggantinya. Kalau Hamdan diminta untuk menghadapi pansel seolah-olah dia calon hakim MK yang baru, perasaan pasti tidak enak. Apalagi pansel kan punya kewenangan untuk merekomendasikan orang yang mereka seleksi apakah akan diangkat (lagi) atau tidak sebagai hakim MK," jelas Yusril.

Menghadapi pansel dengan kewenangan seperti itu, kata Yusril, bagi hakim yang sedang menjabat hakim MK seperti Hamdan, jadi serba salah dan serba tidak enak.

"Karena itu kalau saya jadi Hamdan, sayapun akan memilih lebih baik tidak usah jadi hakim MK lagi. Jabatan hakim itu berat, banyak fitnah dan godaan. Kata Nabi Muhammad SAW kalau ada tiga hakim, hanya satu yang masuk surga, dua masuk neraka," jelasnya.

Yusril memuji sikap Hamdan ini karena juga konsisten. Seperti diketahui, MK mengajukan protes terhadap dua anggota pansel yang diangkat Presiden Jokowi yaitu Refly Harun dan Todung Mulya Lubis.

"Apalagi Hamdan sudah beda pendapat dengan Presiden Jokowi mengenai keberadaan Todung Mulya Lubis dan Refly Harun, dua advokat yang duduk di pansel. Maka satu-satunya sikap yang harus diambil oleh Hamdan ialah jangan ikut seleksi lagi," katanya.

Menurut Yusril, memang lebih baik Hamdan menjadi orang biasa saja. "Kita harus tunjukkan sikap dan pendirian bahwa jabatan itu tidak banyak artinya bagi hidup kita. Kita tidak cinta dan cari-cari jabatan dan kedudukan," kata Yusri 

Hal senada disampaikan, pengamat hukum tata negara Unpad  Margarito Kamis.  Ia menilai sikap Hamdan Zoelva yang tidak ikut seleksi sebagai calon hakim konstitusi dianggap sebagai sikap yang bagus.

"Saya menilai tindakan Pak Hamdan itu tepat, karena beberapa alasan," kata  Margarito.

Ia menjelaskan alasan bahwa pansel itu dibuat untuk mencari hakim konstitusi lowong karena masa jabatan Hamdan berakhir.

Logikanya, kata Margarito, pansel dibuat dengan asumsi ada orang baru yang disiapkan atau dicari menggantikan Hamdan.

"Logika itulah yang menurut saya lebih masuk akal untuk menjelaskan keberadaan pansel itu. Sebab bila tidak demikian, dalam arti Presiden Jokowi masih berkehendak memilih lagi Pak Hamdan, maka Presiden tidak perlu membuat pansel. Faktanya Presiden membuat pansel," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dia, pansel itu dimaksudkan memang untuk menemukan pengganti Hamdan. Karena pansel itu sama maknanya dengan Presiden Joko Widodo sudah memastikan bahwa bukan Hamdan yang dicari.

"Atau Presiden ingin mengakhiri masa bakti Hamdan Zoelva dari hakim Mahkamah Konstitusi,"  katanya.
Sementara itu,  Ketua Masyaraat Konstitusi Indonesia (MKI) Muhammad Joni mengatakan,    Hamdan Zoelva telah memberikan pengalaman yang berharga lantaran tidak ikut mendaftar sebagai calon hakim konstitusi.

"Hamdan lebih memilih sepi dengan etika, dedikasi dan budaya konstitusionalisme. Hamdan mengajarkan kemuliaan dalam mengabdi, kesungguhan dalam substansi," kata Ketua Joni. 

Ia menjelaskan keadilan substantif tidak patut kalah oleh prosedur formal. Menurut dia, tidak bijak konstitusional mengabaikan kinerja substansif Hamdan Zoelva yang existing mengawal konstitusi sebagai ketua MK hanya karena syarat prosedur wawancara.

"Bukankah sejarah adalah penyeleksi yang adil dan imun," ujarnya.

Ia menambahkan Hamdan bukanlah new comer dan kinerjanya memimpin MK serta menyelesaikan urusan konstitusional termasuk sengketa hasil perhitungan suara pemilu presiden, terbilang lancar dan damai.

"Itu prestasi yang bernilai jauh lebih bernilai dari sekadar wawancara. Apa yang hendak dibandingkan antara wawancara dengan prestasi mulia mengawal konstitusi dan mengawal keadilan substantif lewat putusan-putusan bermutu?," jelas dia.

Selain itu, ia menilai kalau wawancara bisa keliru, semu dan palsu karena dibalut pencitraan serta lakon sandiwara. Bayangkan, bagi job seeker sejati tentu wawancara kemana pun akan dikejar, sedangkan Hamdan tidak melakukan itu.

"Hamdan tentu punya alasan dan pertimbangan sendiri, itu penting untuk membangun konstitusionalisme, etika dan dedikasi tak sekadar mengejar jabatan," tandasnya.

Editor: Surya