Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pernyataan Ketua MA soal Putusan Kasus TPI Dinilai Tepat
Oleh : Redaksi
Sabtu | 20-12-2014 | 10:27 WIB
mobil_TPI.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - Pernyataan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali bahwa putusan Peninjauan Kembali  Mahkamah Agung yang memenangkan kubu Siti Hardiyanti Rukmana  dalam perkara kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia tetap harus dijalankan dinilai sudah sangat tepat.

Menurut Direktur Indonesia Development Monitoring (IDM), MM Bungaran, Ketua MA telah melaksanakan kewenangan selaku pimpinan tertinggi lembaga tersebut  untuk menjelaskan produk putusan yang telah dikeluarkan MA berikut implikasi- implikasi yuridis yang ditimbulkan.

"Menurut catatan kami, selama beberapa tahun belakangan jarang-jarang Ketua MA menggunakan kewenangan memberikan penjelasan  soal putusan tersebut. Namun mengingat kasus TPI ini cukup pelik dan menarik perhatian maka dapat dimaklumi jika Ketua MA merasa perlu membuat penjelasan khusus demi menghindari kesalahan penafsiran," kata Bungaran dalam siaran pers, Sabtu (20/12/2014).

Bungaran mengatakan wibawa MA sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi memang menjadi taruhan  jika putusannya tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat.

Dengan pernyataan itu, Ketua MA mengirim pesan yang jelas  kepada publik bahwa di negara hukum seperti Indonesia tidak ada lagi putusan hukum  yang lebih tinggi selain putusan Mahkamah Agung.

"Pernyataan Ketua MA tersebut seharusnya dapat menghentikan perdebatan soal putusan lembaga mana yang harus dijadikan rujukan dalam kasus TPI," kata Bungaran.

Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) jelas tidak dapat membatalkan putusan MA karena BANI hanyalah lembaga yang diatur oleh UU sementara kedudukan MA jelas diatur dalam UUD 1945, jadi MA jauh lebih superior.

Dalam konteks ini berlakulah azas  hukum universal yang juga berlaku di Indonesia yaitu azas "lex superior derogat legi inferiori" yaitu putusan lembaga hukum yang lebih tinggi mengesampingkan putusan lembaga hukum yang lebih rendah.

Putusan MA juga tidak bisa diahadap-hadapkan dengan putusan (BANI) karena hal yang diputuskan sangat berbeda. Sudah sangat jelas bahwa MA memutus sengketa kepemilikan TPI dengan mengesahkan RUPS 17 Maret 2005 , sementara BANI memutus dugaan wanprestasi.

"Lagipula BANI secara tegas juga menolak mengabulkan tuntutan PT Berkah Karya Bersama untuk mensahkan RUPS LB 18 Maret 2005 versi mereka dan menyatakan tidak sah RUPS 17 Maret 2005 versi Siti Hardiyanti Rukmana," tambahnya.

Dapat disimpulkan bahwa saat ini sengketa kepemilikan saham TPI sudah benar-benar tuntas. Tidak ada lagi langkah hukum yang dapat dilakukan kedua kubu yang bersengketa untuk membatalkan atau bahkan sekedar mengoreksi putusan PK MA tersebut.

Editor: Dodo