Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Kualitas Beras, Bulog Tanjungpinang Bantah Pernyataan Polisi
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 15-10-2014 | 08:30 WIB
ismed_bulog.jpg Honda-Batam
Kepala Sub Divisi regional (Divre) Badan Urusn Logistik (Bulog) Kota Tanjungpinang, Ismed Erlando.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kepala Sub Divisi regional (Divre) Badan Urusn Logistik (Bulog) Kota Tanjungpinang, Ismed Erlando membantah pernyataan Kapolres, yang menyatakan beras bulog tak layak konsumsi menyusul adanya penggerebekan aktivitas pengoplosan beras di gudang sembako milik Aseng, beberapa waktu lalu.


Ismed mengatakan, Kapolres tidak punya dasar mengatakan beras Bulog tidak layak Konsumsi. Karena menurutnya, pihak Bulog selalu menjaga kualitas beras yang akan disalurkan.

"Kapolres tidak punya dasar, mengatakan, beras Bulog tidak layak konsumsi, apakah dia melihat, beras yang bagaimana yang dimaksut tidak layak dikonsumsi," kata Ismed, Selasa (14/10/2014).

Sesuai dengan informasi yang diperoleh Bulog, beras jatah Lapas km 18 itu, disalurkan sesuai dengan permintaan, dan setelah keluar dari gudang Bulog, merupakan tanggung jawab dan kewenangan lapas.

"Total yang kami salurkan ke lapas 18,5 ton, dan seluruhnya sudah diambil dengan harga Rp.8.050 per kilogram. Jika ada rencana lapas mau mengganti dengan beras primer, hal itu bukan tanggungjawab kami, dan perlu diketahui, beras yang disalurkan Bulog kualitasnya adalah medium," kata dia.

Terkait penangkapan, Ismed juga mengaku mendapat laporan dari anggotanya serta pegawai Lapas, yang diawali dari penggeledahan gudang toko sembako di km 7, Tanjungpinang. Saat itu, ada wartawan yang menginformasikan pada polisi, jika ada beras Bulog yang didrop ke gudang sembako. Wartawan bersangkutan, mengira jika beras tersebut merupakan beras Raskin. 

"Sesungguhnya, beras itu bukan beras Raskin, tetapi, merupakan beras jatah warga binaan yang kami salurkan sesuai dengan permintaan Lapas melalui Kanwil Hukum dan HAM," kata Ismed.

Mengenai jenis beras, dikatakan Ismed, yang disalurkan ke Lapas Km 18 itu, adalah, beras medium hasil panen dalam negeri jenis Pulen. Pihak Lapas sempat menanyakan, jika beras yang diperuntukan bagi warga binaan itu terlalu lunak sehingga warga binaa mengaku cepat lapar, kendati sudah makan.

"Kami sudah jelaskan, jika beras yang disalurkan pada saat itu, adalah beras pulen produksi dalam negeri, hingga mereka berencana mau menukar dengan beras medium dari luar negeri," kata Ismed.

Hal itu diluar tanggung jawab serta wewenang Bulog, dan hal itu merupakan inisiatif Kepala Lapas.‎ Mengenai kuota, dan keperluan, sudah didistribusikan sesuai dengan permintaan Lapas dan Kanwil Hukum dan HAM Kepri. 

"Kami juga kaget, kalau dikatakan beras bulog tidak layak konsumsi, dan kami menilai jika hal ini, hanya salah paham, hingga ditangkap dan diamankan Polisi, dan kalau memang terjadi pengoplosan, hal itu, merupakan tanggung jawab dan kewenangan masing-masing, karena Bulog tidak ikut campur dengan hal itu," pungkasnya. 

Sebagaimana diberitakan, Kapolres Tanjungpinang Ajun Komisaris Besar Polisi Dwita Kumu Wardana membantah pihaknya melakukan "tangkap lepas" dugaan pengoplosan beras yang digerebek di gudang sembako milik As di Km VII Tanjungpinang. 

Tidak dilanjutkanya penyelidikan dan penyidikan dugaan pengoplosan beras itu, dikatakan Kapolres disebabkan minim dan kurangnya alat bukti.

"Tidak kita lanjutkan penyelidikan dan penyidikanya karena alat buktinya kurang, dan penangkapan kita lakukan saat pengangkutan 3,5 ton beras Bulog yang akan dibawa ke Lapas km 18," kata Dwita, Jumat (3/10/2014).

Dari pengakuan pemilik gudang, kata Kapolres, sebanyak 3,5 ton beras yang diambil dan diangkut dari Bulog Tanjungpinang itu adalah sebagai bahan makanan bagi narapidana setiap bulannya. Namun karena kualitas berasnya jelek, pihak Lapas menggantikan beras 3,5 ton tersebut dengan beras yang layak sebanyak 2 ton kepada As. 

"Beras Bulog itu kita tangkap saat diangkut kendaraan, dan belum dioplos di gudang. Alat bukti untuk menindaklanjuti penyelidikan dan penyidikannya kurang, hingga kita SP3-kan," jelasnya. 

Penukaran beras, kata Dwita dilakukan Lapas dengan As, agar dapat dikonsumsi napi karena memang beras jatah warga binaan yang dari Bulog tidak layak untuk dimakan. Sedangkan beras Bulog yang ditukarkan ke As, dikatakannya kembali dijual sebagai pakan ternak. 

"Memang kualitas beras yang dari Bulog sangat jelek, mungkin Ayam aja disuruh makan juga tidak mau," sebut Dwita. 

Editor: Redaksi