Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penutupan Lokalisasi, Antara Mengubah Perilaku dan Pemberdayaan
Oleh : Harjo
Sabtu | 11-10-2014 | 11:42 WIB
2014-10-11 11.47.17.jpg Honda-Batam
T. Sianturi.

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Rencana penutupan lokalisasi di Bintan, baik yang berada di km 24 Taopaya atau Bukit Senyum (BS) Bintan Utara, pemerintah harus terlebih dahulu mempersiapkan infrastruktur pembinaan dan pemberdayaan bagi para pekerja seks komersial (PSK) di sana.

Sebab, penutupan kedua lokalisasi tersebut harus serta merta diikuti perubahan perilaku para PSK sebagai penyedia jasa dan laki-laki hidung belang sebagai pengguna jasa. Baik itu perilaku ekonomi maupun sosial kemasyarakatan, hingga kedua belah pihak dengan sukarela meninggalkan perbuatan maksiat itu.

Di sisil lain, kalau nantinya kedua lokalisasi itu dipindakan, pemerintah harus terlebih dahulu mempersiapkan tempat dan infrastrukturnya.

"Pembinaan terhdapap PSK harus terarah. Bisa saja masih di tempat,  tetapi pembinaan prilaku dengan bentuk usaha atau keterampilan. Sehingga rencana penutupan bisa benar-benar menjadi sesuatu yang positif dan PSK bisa lebih terangkat harkat dan martabatnya," ujar Penasehat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Bintan, T. Sianturi, kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Sabtu (11/10/2014).

Dengan adanya rencana pemerintah untuk menutup lakalisasi di Bintan, yang ada dalam benak masyarakat dan para pengelola serta PSK, mereka akan dibawa kemana.

"Mau dibawa kemana para PSK, kalau direlokasi juga mau dipindahkan kemana? Pertanyaan itu yang harus dijawab pemerintah sebelum melakukan penutupan. Atinya, penutupan lokalisasi bukan secara otomatis menutup lokasi tersebut dari seluruh kegiatan," tukasnya.

Karena menyangkut relokasi, jika tanpa dibaregi dengan pembinaan jelas tidak akan merubah sikap dan prilaku. Tanpa ada pembinaan bisa jadi justru memperburuk kondisi yang sudah ada, artinya justru membuat kondisi yang lebih negatif dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

"Harus ada program atau sistem untuk merubah perilaku dan pemberdayaan para PSK, baik melalui bentuk usaha atau keterampilan lainnya. Kalau warga atau PSK sudah diberdayakan, secara otomatis perilaku yang kurang baik akan ditinggalkan sendiri," pungkasnya.

Lokalisasi sebenarnya tidak mesti direlokasi atau ditutup, tetapi kalau para PSK sudah mendapatkan keterampilan dan meninggalkan perilaku yang diniali kurang baik justru para PSK yang sudah mendapatkan keterampilan akan merubah image yang negatif menjadi positif. Artinya harus ada kegiatan positif untuk masyarakat. 

Dalam hal ini, Pemkab Bintan harus bisa melihat potensi yang ada, baik potensi yang dimiliki oleh para PSK dan potensi sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Sehingga warga yang sudah mendapatkan pembinaan bisa mendapatkan manfaat dan hasil dari keterampilan yang sudah didapat atas pemberdayaan yang dilakukan.

"Bukan tidak mungkin, kegiatan warga yang sebelumnya dianggap menyeramkan berubah menjadi tempat yang bisa dibanggakan oleh seluruh masyarakat. Bahkan bisa menjadi salah satu tujuan masyarakat seperti berwisata belanja dan lainnya," katanya.

"Bisa saja mendirikan home industri center dengan modal kecil tetapi bisa berjalan secara kontinyu. Namun hal tersebut jelas tidak bisa lepas dari perhatian dan pembinaan dari pemerintah," harap mantan anggota DPRD Bintan priode 2004-2009 ini.

Menurutnya, apa yang disampaikan bukan sebuah bentuk mendukung dan menolak ditutupnya lokalisasi. Tetapi yang paling penting adalah lebih memanusialkan manusianya. Sehingga apabila akan diberdayakan, semua pihak yang akan melakukan pemberdayaan dilapangan harus mengetahui apa minat dari PSK itu sendiri.

Hal tersebut jelas untuk mempermudah memberikan keterampilan sebagai modal bagi para PSK untuk meninggalkan kebiasaan atau perilaku yang negatif menjadi lebih positif.

"Semua tidak bisa lepas dari pendidikan moral serta pendidikan keterampilan yang menjadi modal bagi PSK untuk hidup lebih sejahtera dan lebih bermartabat," tutupnya.

Editor: Redaksi