Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sering Pakai Ponsel Pintar Justru Bisa Turunkan Nilai Anak di Sekolah
Oleh : Redaksi
Kamis | 28-08-2014 | 12:57 WIB
japan2398613-415x260.jpeg.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net.

BATAMTODAY.COM - PONSEL pintar (smartphone) ternyata bisa memberi dampak buruk bagi pendidikan anak. Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan kementerian pendidikan Jepang, menggunakan ponsel pintar justru menurunkan nilai anak di sekolah.

Anak-anak yang menghabiskan waktu dengan ponsel lebih dari empat jam dalam sehari, hasil ujian di sekolahnya lebih buruk daripada mereka yang hanya memakai ponsel selama setengah jam per hari. Demikian hasil temuan survei yang dilakukan pemerintah Jepang baru-baru ini.

Sedikitnya, satu dari sembilan anak-anak berusia 14 dan 15 tahun yang menggunakan perangkat ponsel mereka empat jam sehari, nilainya berkurang rata-rata 14 persen pada semua mata pelajaran. Khusus untuk pelajaran matematika, nilainya berkurang rata-rata 18 persen.

Hasil riset kementerian pendidikan Jepang itu menunjukkan hampir separuh dari semua siswa SMP tingkat akhir yang disurvei, menghabiskan waktu dengan ponsel mereka lebih dari satu jam sehari. Mereka memakainya untuk browsing situs, mengirim e-mail dan bermain game.

Kurang dari seperempat dari siswa dalam kelompok usia yang sama tidak memiliki ponsel.

Penggunaan ponsel pintar ini juga umum di kalangan anak usia 11 tahun. Separuh dari mereka yang duduk di kelas terakhir sekolah dasar memiliki ponsel pintar. Lima belas persen dari mereka menghabiskan waktu dengan ponsel pintar sekitar satu jam setiap hari.

Hasil survei kementerian pendidikan Jepang memicu kekhawatiran bahwa anak-anak sekolah mengabaikan buku mereka karena lebih tertarik pada daya tarik layar kecil di ponsel pintar yang mereka miliki.

Kazuo Takeuchi, yang mempelajari bagaimana cara anak-anak menggunakan ponsel, mengatakan kepada Jiji Press, bahwa anak-anak dengan perangkat komunikasi semacam itu cenderung kurang percaya diri dalam kemampuan akademik mereka, dan mendesak orang tua untuk menetapkan batas penggunaannya. (*)

Sumber: Deustche Welle