Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Debitur Bank Didakwa Korupsi, Jaksa Dinilai Paksakan Kasus Perdata ke Pidana
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 26-08-2014 | 09:27 WIB
egi sudjana dan budi nugroho.jpg Honda-Batam
Egi Sudjana dan Budi Nugroho, kuasa hukum Fali Kartini, terdakwa kasus korupsi di Bank Riau Kepri. (Foto: Charles Sitompul/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Penetapan debitur bank sebagai tersangka korupsi bisa menjadi preseden buruk bagi perbankan di Indonesia. Kasus yang seharusnya berada di ranah perdata justru dipaksakan menjadi pidana korupsi.

Hal itu ditegaskan Egi Sudjana SH, kuasa hukum Fali Kartini, terdakwa kasus tindak pidana korupsi kredit Bank Riau Kepri, yang kasusnya sudah menggelinding di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungpinang.

"Dalam kasus klien kami sebagai debitur, murni merupakan kasus perdata dalam perbankan yang dijadikan kejaksaan menjadi kasus pidana korupsi," ujar Egi kepada wartwan di PN Tanjungpinang, Senin (25/8/2014).

Dia memaparkan, berdasarkan akta perjanjian kredit nomor 113060.0122.3.09.2009.106 antara Fali Kartini selaku debitur dengan PT Bank Riau Kepri pada 2009 silam. Melalui akta tersebut, Fali mengajukan pinjaman (kredit) KPR untuk keperluan renovasi rumah yang beralamat di Jalan Bunga Raya nomor 5 D , Baloi, Batam.

Nilai kredit yang diajukan sebesar 1,2 miliar rupiah dengan agunan tanah beserta bangunanya seluas 404 meter persegi berdasarkan sertifikat hak milik nomor 176 atas nama Fali Kartini. Namun pihak bank hanya menyetujui Rp800 juta, dan pencairannya dilaksanakan secara bertahap sesuai persyaratan dan mekanisme yang sudah ditetapkan pihak bank melalui realisasi pelaksanaan pekerjaan renovasi.

"Klien kami sudah mengangsur selama 10 kali yang dimulai sejak April 2009 sampai dengan Januari 2010. Memang, klien kami ada tunggakan sampai kasusnya dijadikan sebagai tindak pidana korupsi. Tapi, sertifikat agunan atas pinjamannya kan masih berada di bank. Bahkan nilai agunan atas sertifikat yang menjadi jaminan juga masih melebihi utang kredit yang dipinjamnya ke Bank Riau Kepri," terang Egi yang saat itu didampingi rekanya, Budi Nugroho SH.

Menurut Egi, tidak ada unsur menguntungkan diri sendiri meski kreditnya macet. Karena, sesuai perjanjiaan kredit berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perbankan, pihak pemberi kredit berhak mengajukan proses lelang pada Kantor Lelang Negara di Kepri, dan bukan menjadikan debitur, dalam hal ini Fali Kartini, sebagai tersangka dan terdakwa.

"Sesuai pasal 1320 dan pasal 1338 KUHAP, perjanjiaan atau perikatan merupakan ruang lingkup perdata. Dan kasus Fali Kartini dengan Bank Riau-Kepri, jelas-jelas bukan merupakan ruang lingkup korupsi,"ujarnya.

Karena itu, jika kliennya dilibatkan dan dikatakan turut serta melakukan tindak pidana korupsi atas putusan nomor 25 dan 26/Pid.Sus/2012/TIPIKOR/PN.TPI, atas nama terdakwa KHaruddin Menteng dan Subowo selaku pimpinan bank, menurutnya dakwaan jaksa penuntut umum juga tidak benar dan sangat tidak berdasar. Dia menilai, pengajuaan dan pengucuran kredit yang diiajukan Fali Kartini dan direalisasikan Bank Riau Kepri sudah sesuai dengan prosedur dan mekaniseme Bank Riau Kepri dan sesuai dengan pengajauan Rencana Anggaran Biaya yang dibuat oleh debitur.

"Jika ada permasalahan tentang analisis kredit yang salah, yaa itu merupakan permasalahan internal bank yang didasari pada unsur pimpinan, menyetujui atau tidak kredit yang diajukan debitur," terangnya.

Budi Nugroho menambahkan, selain melakukan verifikasi pada persyaratan administrasi sebelum menyetujui kredit yang diajukan debitur, pihak bank juga harus melakukan survei dengan memeriksa kondisi rumah, lokasi tempat kerja, termasuk kapal yang membuktikan bahwa usaha dan gaji debitur sesuai dengan yang diajukan ke bank.

"Selain itu, untuk memenuhi kewajibannya seuai dengan kontrak yang dibuat, Fali Kartini dan orang tuanya memiliki iktikad dalam menyelesiakan kredit macet anaknya dengan menjual jaminan kredit yang diagunkanya ke Bank Riau Kepri," terang Budi. (*)

Editor: Roelan