Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Potret Kehidupan Nelayan di Perbatasan Natuna
Oleh : Riky Rinovsky/TN
Minggu | 05-06-2011 | 13:25 WIB

Natuna, batamtoday - Berbeda dengan pola kehidupan desa nelayan kebanyakan, masyarakat Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, sudah tergolong desa makmur yang berkecukupan.

Hal ini ditopang dengan pola kehidupan masyarakatnya yang tidak hanya mengandalkan kehidupan dari atas kapal ikan kini warga berbondong membudidayakan ikan hidup sebagai penopang ekonomi warga di sana.

“Sudah lama masyarakat Sedanau tidak hanya mengandalkan kehidupan di darat dengan bercocok tanam,  sekarang banyak yang mengembangkan usaha perikanan dengan mengembangkan budidaya ikan hidup,” kata Nato, (34), seorang warga Sedanau yang juga pengusaha ikan sekaligus pemilik Hotel Caesar kepada wartawan saat dijumpai beberapa waktu lalu di Sedanau.

Menurut Nato, meski sebelumnya masyarakat Sedanau juga mengandalkan mata pencaharian dari atas kapal sebagai nelayan dan bercocok tanam, namun seiring kemauan memajukan pendidikan, secara perlahan pola mata pencaharian beralih dari bercocok tanam menjadi budi daya ikan. Kini, masyarakat Sedanau telah menjadikan budidaya ikan sebagai sandaran hidup yang baru.

“Masyarakat Sedanau sudah mengembangkan budidaya ikan laut seperti Kerapu Macan atau Epinehelus fuscoguttatus, Kerapu Bebek atau Chromileptes Altivelis, Kerapu Sunuk atau Coral Trout dan Kerapu Lumpur atau Estuary Grouper,” ungkap Nato.

Dijelaskanya, ada dua cara pemeliharaan ikan kerapu, yakni pemeliharaan dengan tambak maupun dengan jala terapung. Dari dua cara ini, pemeliharaan dengan jala terapung dinilai lebih efektif dan mudah karena pada saat panen, nelayan tinggal mengangkat jala dan ikan kerapu yang siap konsumsi sudah di depan mata.

Dari kegigihan para orang tua masyarakat Sedanau itulah, sehingga segi ekonomi dan pembangunan desa tidak tertinggal oleh desa-desa lainnya. Bahkan dapat dikatakan kehidupan masyarakat Sedanau sudah setara dengan kehidupan masyarakat di perkotaan.

Selain itu, para orang tua yang ada di Sedanau juga menginginkan kemajuan generasi penerusnya di bidang pendidikan. Mereka umumnya, para orangtua di Sedanau, maksud Nato, sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, setidaknya bisa lulus hingga SMA, bahkan sebagian diantaranya banyak yang sarjana. Dengan demikian derajat kehidupan masyarakat Sedanau juga terangkat dengan sendirinya.

“Dengan modal kedisiplinan untuk mengejar ilmu pendidikan dan rasa kebersamaan dengan tolong menolong sesama warga membuat Sedanau bisa sukses membangun dan dapat dijadikan daerah percontohan,” pungkasnya.

Rahmat warga Sedanau menceritakan kepada batamtoday, kapal Hongkong (kapal penggangkut hasil panen rakyat) yang berlabuh jangkar di Sedanau biasanya, dalam satu bulan dua kali tiba dengan menggangkut sejumlah ternak ikan hidup yang akan dipasarkan ke mancanegara seperti Taiwan, Jepang dan China. Produksi ikan di Natuna menurutnya belum bisa memenuhi kebutuhan pasar ikan hidup di Asia, dan paling baru dua pertiga saja yang baru dapat terserap sehingga prospek masih sanggat menjanjikan, kata Rahmat.

Dijelaskan Rahmat, dengan adanya penampung tetap dengan bermitra bersama bapak Nato, warga Natuna tersebut merasa sangat terbantu dalam segi perekonomian bahkan usahanya sudah tersebar di berbagai pelosok kecamatan seperti di Pulau laut, Midai, Serasan, Subi dan Ranai, ujar Rahmat.

Dahulu. sekitar 6 tahun silam, nelayan mudah mendapatkan bibit ikan kerapu di laut, lalu kami bisa menjual ikan sanggat mudah, bahkan alat transaksi dibayar mengunakan dolar Singgapura bukan rupiah, kenanag Rahmat.

kini warga hanya memasukan hasil panen ke pak Nato dan dia yang bertransaksi kepada pengusaha ikan tersebut, ujar Rahmat.

"Jaman dulu kami hidup mewah, cukup menjual hasil setempat seperti Kopra, Karet, Cengkeh, hasil laut lainnya seperti teripang, sirip ikan hiu, dan lain-lain ke Malaysia atau Singapore," keluh Rahmat.

Sepulangnya menjual hasil panen dan hasil tangkapan ikan, warga natuna biasanya pulang membawa bahan bahan pokok seperti beras, gula, tepung, biskut, dan buah buahan.

Rahmat yang tinggal di Pulau Sekatong sangat mengharapkan bantuan Pemerintah Pusat untuk lebih memperhatikan pulau terluar di Indonesia yang berada di Natuna bagian Barat.

Saat sekarang ini, terang Rahmat, masyarakatnya semakin susah karena sudah dilarang
oleh pemerintah RI untuk berdagang ke luar negri. Kenapa pemerintah tidak memikirkan untuk membuat perdagangan Lintas Batas khususnya warga yang sudah turun temurun melakukan kegiatan dagang disana dari jaman dulu selain kita satu suku, satu rumpun dan satu kerajaan yaitu Melayu.

Sementara Camat Bunguran Barat, Saidir SE, kepada batamtoday mengatakan, pihaknya akan mempermudah masyarakat untuk mencari ikan.

"Pemerintahan akan berupaya menyerap aspirasi warga di Sedanau seperti
pembekalan pegetahuan dan sarana penunjang ekonomi mikro tersebut, utamanya untuk memodernisasi alat tangkap nelayan masarakat pesisir," kata Saidir.

Dia berharap, alat tangkap ikan akan dilengkapi dengan sarana GPS (global Positioning system) dan sarana tangkap alat tangkap berupa rawai.

Dikatakan, program ini menjadi proritas mengingat mata pencarian masyarakat 90 persennya berasal dari kelautan dan perikanan.

“Ini merupakan pekerjaan pokok bagi Kecamatan untuk memperjuangkan sarana alat tangkap ikan tersebut agar disetujui Pemkab sebagai reaksi pemerintah ambil peduli,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, perikanan merupakan potensi kekayaan yang sangat dominan di sepanjang perairan Kabupaten Natuna. Karena itu, masyarakat juga berlomba-lomba untuk budidaya ikan yang hasilnya dapat dijual langsung kepada pengusaha setempat.