Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

UU nomor 11 tahun 2012 Diberlakukan Mulai Akhir Juli 2014

Polda Kepri Siap Dukung Implementasi Peradilan Anak
Oleh : Hadli
Kamis | 17-07-2014 | 13:07 WIB
mapolda_kepri.jpg Honda-Batam
Mapolda Kepulauan Riau.

BATAMTODAY.COM, Batam - Polda Kepulauan Riau (Kepri) mendukung dan melaksanakan seiring diberlakukannya UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Anak pada akhir Juli 2014 ini.

Namun, menurut Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri yang menangani terkait anak dan perempuan serta perdagangan orang, AKBP Mudji Supriadi dukungan dari polri tanpa adanya dukungan dari instansi terkait seperti KPAID, DPRD, pemerintah, Kejaksaan, Pengadilan dan lainnya termasuk tokoh agama, tidaklah berarti.

"Sebagai penegak hukum yang menjalankan perintah sesuai Undang-undang, tentunya kami, Polri mendukung. Tapi tidak bisa dukungan hanya dari kepolisian, perlu peran pihak terkait lainnya," ujar dia menanggapi BATAMTODAY.COM, Kamis (17/7/2014).

Untuk menjalankan perintah sesuai aturan perundang-undangan harus lah matang. Menurutnya hak-hak anak yang dalam perkara hukum hingga masa depannya kelak harus didahulukan. Jangan sampai si anak kelak kembali melakukan pelanggaran hukum.

"Untuk menjalankan aturan undang-undang harus lah matang. Harus sudah dipersiapkan piranti-pirantinya. Misanya, anak yang melakukan pelanggaran hukum harus mendapat perhatian penuh secara pendidikan, sosial dan agama. Dukungan dari peralatan, serta yang terpenting anak tidak boleh disatukan dengan tahanan orang dewasa, harus tempat khusus serta pengawasan," terangnya.

Dikutip dari Kompas.com, pada tingkat pusat, KPAI sudah melakukan koordinasi kepolisian terkait penerapan UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Anak.

"Kami koordinasi dengan Polri dan jajarannya untuk penanganan kasus-kasus anak yang berhadapan dengan hukum, baik itu menjadi korban, saksi, atau pelaku," ujar Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh, Selasa (15/7/2014). Dengan pemberlakuan UU ini, imbuh dia, KPAI akan turut serta dalam penegakan hukum kepada anak.

Menurut Asrorun, dalam UU ini, penjara merupakan salah satu tempat bagi anak untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, ujar dia, ada batasan usia minimal bagi anak untuk bisa masuk ke dalam penjara.

Asrorun mengatakan, usia minimal bagi anak untuk bisa diminta pertanggungjawaban atas perbuatan hukum adalah 12 tahun. Di bawah usia itu, kata dia, anak tak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum memakai mekanisme hukum formal, tetapi ada cara lain lewat musyawarah, kompensasi, atau memaafkan.

Saat ini, lanjut Asrorun, ada sekitar 7.000 anak yang beperkara hukum di kejaksaan dan kepolisian, yang berada di tahanan polsek, polres, maupun lembaga pemasyarakatan anak. Dia mengatakan, batas minimal anak bisa ditahan adalah 14 tahun. Jika umur tersebut belum terpenuhi, kata dia, KPAI mendorong hukuman tersebut diubah menjadi pembinaan.

Asrorun mencontohkan, ketika anak di bawah usia minimal dapat dikenakan pertanggungjawaban hukum kedapatan naik motor tanpa surat izin mengemudi, maka anak ini tetap tak boleh dipenjara dan hukumannya dialihkan menjadi pembinaan. Penanganan serupa berlaku pula untuk kasus pornografi, pemerkosaan, narkoba, pencurian, dan kasus lain yang menempatkan anak sebagai pelaku seperti terjadi sekarang.

Editor: Dodo