Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cuti Lebih Panjang, Ibu Leluasa Berikan ASI Bagi Bayi
Oleh : Hendra Zaimi
Rabu | 01-06-2011 | 15:47 WIB

Georgia, batamtoday - Hasil penelitian terbaru dari Negeri Paman Sam, Amerika Serikat mengindikasikan, semakin cepat seorang ibu kembali ke tempat kerja pascamelahirkan, kecenderungan mereka memberi ASI kepada bayinya semakin kecil.

Jurnal Pediatrics melansir, para ibu yang kembali ke tempat kerja dalam waktu enam pekan pascapersalinan kecil kemungkinannya untuk mengawali program pemberian ASI. Jika mereka mulai menjalankan itu maka akan cenderung berhenti di tengah jalan.

Sementara itu, bagi para ibu yang tinggal di rumah setidaknya selama sembilan bulan atau bahkan 13 pekan, cenderung lebih leluasa memberi ASI kepada bayinya selama tiga bulan atau lebih.

Para ahli dari Georgia Department of Health, yang melakukan riset, ini mendorong para ibu untuk memberikan ASI dan mencobanya semaksimal mungkin.

"Kami sangat mendorong semua perempuan untuk memberikan ASI dan meneruskannya sepanjang yang mereka mampu,"  ungkap Chinelo Ogbuanu dari Georgia Department of Health.

Menurut Ogbuanu, semakin sering ibu menyusui bayinya produksi susu oleh payudara akan terus meningkat. Dan ketika ibu terpisah dari bayinya selama seharian, suplai ASI akan mulai terhambat. "Sebagaimana pun efektifnya pompa ASI, itu tidak akan sama efektifnya dengan seorang bayi," papar Ogbuanu.

Sebab itu, dia menyarankan para ibu untuk mencoba memanfaatkan masa cuti melahirkan sebaik-baiknya dan tidak mencicilnya. Para ibu juga disarankan  mencari cara agar tetap bisa berdekatan dengan bayi selama bekerja sehingga dapat memberikan ASI saat  istirahat. Kalau pun tidak bisa, memompa ASI secara teratur dapat membantu agar suplai terus berlanjut.

Menurut data Centers for Disease Control and Prevention, saat ini tercatat tujuh dari 10 perempuan di AS yang menyusui  bayinya, tetapi hanya tiga di antara 10 ibu yang melanjutkannya secara eksklusif hingga enam bulan.

Dalam riset yang dijalani, Ogbuanu dan timnya mengumpulkan informasi dari 6.150 wanita yang bekerja dan kemudian melahirkan. Dalam wawancara selang 9 bulan dan dua tahun setelah bayi mereka lahir, para wanita melaporkan berapa lama mereka menyusui dan kapan mereka kembali bekerja.

Ibu yang mengaku tidak akan kembali ke tempat kerja setelah 9 bulan cenderung telah mengawali pemberian ASI ketimbang mereka yang menyatakan kembali bekerja dalam kurun waktu enam pekan atau bahkan kurang.

Sekitar tujuh dari 10 ibu yang masih tinggal di rumah sembilan bulan kemudian  telah mengawali pemberian ASI.  Sementara, pada ibu yang  bekerja kembali dalam satu hingga 6 pekan setelah persalinan hanya tercatat enam dari 10 ibu yang mulai memberikan ASI.

Lebih dari 3 di antara 10 ibu yang masih tinggal di rumah setidaknya 13 pekan mengatakan mereka leluasa menyusui bayinya. Sedangkan ibu yang kembali bekerja setelah enam pekan, hanya dua di antara 10 yang menyatakan leluasa memberi ASI.

Para peneliti tidak menemukan adanya hubungan antara menyusui dengan total cuti melahirkan atau ada tidaknya uang cuti. Peneliti hanya fokus kepada berapa lama cuti yang diambil para sebelum para ibu kembali bekerja. 

Kesimpulan para peneliti,  rata-rata menyusui di AS mungkin bakal meningkat apabila ibu yang melahirkan menunda waktu untuk kembali ke tempat kerja.