Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Malaysia Airlines Buka Peluang Privatisasi
Oleh : Redaksi
Jum'at | 04-07-2014 | 11:39 WIB

BATAMTODAY.COM, Kuala Lumpur - Pemegang saham utama Malaysia Airlines tengah mencari peluang agar pihak swasta dapat mengambil alih perusahaan mereka. Langkah privatisasi tersebut merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil Malaysia Airlines demi mengatasi persoalan finansial, menyusul kerugian akibat hilangnya MH370 Maret silam, menurut sumber yang memahami proses itu pada Rabu (2/7/2014).

Badan investasi negara Malaysia, Khazanah Nasional Bhd, yang memiliki 69 persen saham perusahaan induk Malaysia Airlines, menyatakan sedang mengkaji opsi restrukturisasi maskapai. Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, sebelumnya mengatakan pemerintah sedang berupaya mencari semua peluang guna kembali menghidupkan maskapai.

Persoalan yang dihadapi Malaysia Airlines kian memburuk setelah hilangnya MH370. Penerbangan dengan rute Kuala Lumpur - Beijing itu lenyap dari radar pada 8 Maret. Sebanyak 239 orang ikut dalam pesawat Boeing 777 terebut.

Atas insiden itu, kerugian bersih Malaysia Airlines membengkak hingga 443 juta ringgit dalam kuartal I-2014. Kerugian meningkat dari 279 juta ringgit dalam periode yang sama setahun lalu.

Perusahaan induknya, Malaysian Airline Systems Bhd, melaporkan kerugian bersih setiap tahun dalam tiga tahun terakhir. Salah satu pemicu utamanya adalah kompetisi dari maskapai bertarif rendah, termasuk AirAsia.

Restrukturisasi Malaysia Airlines merupakan salah satu cara menghentikan kerugian finansial yang semakin parah. Di lain sisi, pengambilalihan akan memberikan kebebasan bagi Khazanah Nasional guna memisahkan (spin off) beberapa unit menguntungkan, termasuk operasi perbaikan dan perawatan pesawat.

Opsi privatisasi adalah satu dari beberapa pilihan yang ada, kata sumber yang mengetahui persoalan. "(Tetapi) belum final," ungkapnya.

Perubahan Malaysia Airlines menjadi perusahaan swasta akan memungkinkan Khazanah Nasional memiliki lebih banyak fleksibilitas. Tetapi di luar itu, privatisasi juga membuat perusahaan rentan kecurigaan bahwa mereka sedang menyembunyikan sesuatu. Terlebih, penyelidikan atas hilangnya MH370 masih berlangsung.

Pemerintah Malaysia dan petinggi Malaysia Airlines mendapat tekanan dari Tiongkok, khususnya, guna menemukan penyebab lenyapnya pesawat. Beijing paling banyak menekan, karena lebih dari separuh penumpang merupakan warga negara Tiongkok.

Meski begitu, mulai muncul perkiraan bahwa perubahan besar bakal segera terjadi. CEO Ahmad Jauhari Yahya baru-baru ini mengungkap maskapainya bersiap meluncurkan paket perubahan. Ia tak memperinci bentuknya.

Malaysia Airlines selama bertahun-tahun berjuang menghadapi pesaing yang menawarkan tarif lebih murah. Misalnya saja AirAsia, yang terus berusaha merebut pangsa industri perjalanan udara di Asia-Pasifik.

Kawasan Asia-Pasifik menjadi pasar terbesar penerbangan sedunia pada 2011, mencatatkan 30 persen dari total penumpang global. Perolehan itu dibandingkan 29 persen untuk Amerika Utara dan 27,5 persen di Eropa.

Namun, pendatang baru terus menyulitkan maskapai tua, seperti Malaysia Airlines, untuk meraih laba. Jumlah maskapai bertarif murah di Asia-Pasifik naik menjadi 47 dari 30 pada 2009.

Angkanya akan terus bertambah. Penerbangan berbiaya rendah seperti AirAsia dan Lion Air kini menyumbang seperempat penerbangan Asia-Pasifik, dibanding kurang dari sepersepuluh pada 2007. (*)

Sumber: The Wall Street Journal