Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Para Orang Tua, Pahamilah Perbedaan Pungutan dan Sumbangan di Sekolah
Oleh : Redaksi
Kamis | 12-06-2014 | 15:19 WIB
ilustrasi_pungutan.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Isu dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah hampir selalu muncul saat penerimaan siswa baru. Ada kalanya pihak sekolah mengakui menarik biaya dari calon siswa, namun dengan label "sumbangan". Lantas, apakah bedanya pungutan dan sumbangan?

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ibnu Hamad, menuturkan, masalah pungutan ataupun sumbangan pendidikan ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012. Pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan, pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

Sementara, pada pasal 1 ayat (3) disebutkan, sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.

Dalam Permendikbud itu juga disebutkan, pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah tidak diperkenankan menarik pungutan, tapi bisa menerima sumbangan dari masyarakat.

Kemudian pada pasal 11c dinyatakan, setiap pungutan atau sumbangan yang diperoleh dari masyarakat tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.

"Walaupun sumbangan diperbolehkan untuk sekolah yang diselenggarakan pemerintah pusat atau daerah, tidak otomatis semuanya dibebankan ke orang tua. Sekolah harus memiliki rencana anggaran atau kerja tahunan yang mengacu pada standar nasional pendidikan," jelas Ibnu Hamad, seperti dikutip dari laman kementerian.

"Dana sumbangan yang didapat dari masyarakat betul-betul dipakai untuk menutupi kekurangan biaya operasional," imbuh dia.

Karena itu, untuk mencari sumbangan dari masyarakat, selain memiliki rencana kerja tahunan, sekolah juga wajib membahasnya bersama dengan komite sekolah. Rencana kerja sekolah dan anggaran yang dibutuhkan juga harus diketahui dan disetujui oleh dinas pendidikan.

"Dan yang terpenting, bagi satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan melakukan pungutan harus mencerminkan prinsip keadilan," terangnya.

Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana pungutan maupun sumbangan harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua atau wali murid, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar. (*)

Editor: Roelan