Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Pemecatan 11 Mahasiswa UPB Dilaporkan ke Komisi X DPR
Oleh : Surya
Rabu | 14-05-2014 | 16:36 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kasus pemecatan 11 mahasiswa Universitas Putra Batam (UPB) dalam memperjuangkan hak informasi atas nilai mata kuluah mereka yang diduga telah direkaya pihak kampus diadukan ke Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan.

"Saya sudah melaporkan kasusnya ke Komisi X DPR, pengaduannya sudah kira serahkan ke pimpinan Komisi X dan akan segera dibahas di rapat internal untuk bisa dibahas bersama Mendikbud saat Rapat Kerja," kata Nampak Silait, salah satu mahasiswa UPB yang dipecat usai mengadukan kasusnya ke Komisi X DPR di Jakarta, Rabu (14/5/2014).

Nampak mengatakan, sebelum mengadukan ke Komisi X DPR secara resmi, ia mengaku juga sudah melaporkan dan memberi data-data kasus UPB ke Wakil Ketua Komisi X Asman Abnur dari F-PAN.  "Pak Asman mau membantu menyelesaikan kasus pemecatan mahasiswa UPB, karena yang dilakukan pihak kampus tidak benar," katanya.

Selain dilaporkan ke Komisi X DPR, Nampak mengatakan, kasusnya juga telah dilaporkan ke Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswa Ditjen Dikti dan Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud.

"Kita sedang tunggu sikap dari Kemendikbud. Dengan laporan ke Komisi X, kita barharap dapat segera ada solusi mengenai kasus kami. Pemecatan kami janggal gara-gara 12 SKS, nilainya ditentukan pihak manajemen kampus, bukan dosen mata kuliah  yang membuat nilainya," kata Nampak yang seharusnya sudah diwisuda pada 2013 lalu.

Saat ini, kasusnya, tunggu proses kasasi di Mahkamah Agung karena di proses banding dan pengadilan tingkat pertama, pihak kampus kalah dan pengadilan memenangkan 11 mahasiswa yang dipecat.

"Pengacara UPB Ampuan Situmeang, sudah bilang ke saya, kalau MA akan memenangkan kami. Karena bukti-buktinya memang kuat, dan ada keputusan KIP. Bahkan Ampuang mengaku merasa berdosa telah membela UPB," katanya.
                          
Sebelas 11 mahasiswa UPB yang dipecat, antara lain Nampak Silangit pada 10 November lalu, mendapat gelar Pejuang Keterbukaan Informasi dari Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) karena berani memperjuangkan hak informasi atas nilai mata kuliah mereka yang diduga telah direkayasa pihak kampus.

Komisi Informasi (KI) provinsi Kepulauan Riau, melalui Putusan KI Nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 Pasal 2.2, telah memutuskan bahwa informasi yang diminta oleh para mahasiswa tersebut merupakan informasi publik dan mewajibkan pihak universitas untuk segera memberikan informasi yang diminta kepada pemohon berupa salinan lembar jawaban ujian tengah semester 5  untuk 8 mata kuliah dan salinan lembar soal ujian tengah semester 5 untuk 8 mata kuliah.

Kasus ini bermula dari ketidakpuasan sejumlah mahasiswa UPB atas hasil ujian tengah semester dan ujian akhir semester lima tahun 2011, yang mereka duga telah direkayasa pihak universitas (kampus). Sikap tidak puas mereka diwujudkan dengan meminta informasi hasil ujian mereka kepada pihak universitas namun tidak ditanggapi.


Kemudian, mereka melaporkan nasibnya ke pihak-pihak terkait, seperti Kopertis, Kepolisian, dan langkah terbaik yang telah mereka lakukan adalah menyengketakan hak informasi mereka ke KI provinsi Kepulauan Riau. Setelah melalaui beberapa kali sidang, KI Kepulauan Riau memutuskan bahwa pihak UPB harus memberikan informasi yang diminta oleh para mahasiswa tersebut.

Pihak UPB yang tidak terima atas putusan KI Kepulauan Riau tersebut, kemudian meminta banding ke Pengadilan Negeri setempat. Pengadilan Negeri  yang kemudian mengadakan mediasi selama 3 kali, juga tidak menemukan kesepahaman antara dua belah pihak.

Di saat usaha permintaan informasi dilakukan, pihak universitas ternyata telah mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa, dari 11 mahasiswa yang mengajukan informasi, 2 (dua) orang mahasiswa telah dikeluarkan (Drop Out / DO) dan 5 (lima) orang mahasiswa diskors dengan tuduhan yang sama, yaitu  melanggar Peraturan UPB bab IV pasal 5 butir 16: bersikap dan bertindak yang dapat merongrong dan menjatuhkan nama baik almameter UPB.

Alasan kenapa terdapat perbedaan hasil skorsing dan DO di antara mahasiswa tersebut pun tidak jelas dan tidak ada penjelasan tambahan dari pihak universitas. Usaha para mahasiswa yang dikenakan hukuman, baik DO maupun skorsing, untuk menyanggah tuduhan tersebut pun tidak ditanggapi oleh pihak universitas. Proses pengambilan keputusan di tingkat universitas melalui Rapat Senat yang sepihak dan tidak melibatkan pihak berwenang merupakan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia.

Upaya krimininalisasi atas akses informasi publik dan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh UPB terhadap Mahasiwanya telah mendorong Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI), dimana PATTIRO menjadi salah satu anggotanya, mengeluarkan sikap terhadap kasus ini bahwa, Jaringan Keterbukaan Informasi di Indonesia mengecam segala tindakan balasan terhadap warga negara yang menggunakan haknya atas informasi sebagaimana dijamin dalam UUD 45 dan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Selain itu, FOINI juga akan terus mengawal jalannya kasus ini hingga tuntas dan memberikan dukungan kepada para mahasiswa dengan merumuskan strategi advokasi Keterbukaan Informasi di Kepulauan Riau terhadap kasus Mahasiswa Universitas Putra Batam yang meminta informasi berupa salinan lembar jawaban ujian dan lembar soal yang telah dinyatakan sebagai Informasi Publik oleh Komisi Informasi Kepulauan Riau.

Salah satu strategi advokasi untuk membantu Mahasiswa UPB yang telah dilakukan oleh FOINI adalah mengadakan jumpa pers (press conference) untuk menyuarakan dukungan atas upaya permintaan informasi melalui rekomendasi-rekomendasi untuk pihak terkait agar mematuhi keputusan yang telah dikeluarkan oleh KI Kepuluan Riau.

Pada jumpa pres tanggal 31 Oktober 2013 lalu di kota Batam,  FOINI sudah merekomendasikan dan akan menyurati Pengadilan Negeri (PN) Batam yang kini menangani kasus tersebut, agar menghormati dan mematuhi putusan KI Kepulauan Riau Nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 Pasal 2.2.  FOINI berharap, PN Batam dapat bersikap bijaksana, dan pihak universitas juga memahami dan mengetahui informasi yang diminta oleh 11 mahasiswa UPB adalah informasi publik yang wajib dibuka, bukan ditutup-tutupi.

PATTIRO, sebagai bagian dari FOINI, berpendapat bahwa kasus ini bisa menjadi perhatian seluruh Komisi Informasi yang ada di Indonesia untuk menjadikan keputusan KI Provinsi Kepri sebagai jurisprudensi dalam memutuskan sengketa informasi yang serupa.

Apa yang telah dilakukan oleh 11 mahasiswa UPB merupakan contoh nyata dari perjuangan mendapatkan kebenaran melalui keterbukaan informasi publik. Perjuangan ini bisa mendorong semakin tingginya antusiasme dan ekspektasi terhadap implementasi dari UU KIP.

Tingginya antusiasme dan ekspektasi terhadap impelementasi UU KIP, akan meningkatkan tranparansi informasi, termasuk transparansi perencanaan dan pemakaian anggaran belanja pemerintah, sehingga potensi korupsi dan penyelewangan anggaran  bisa ditekan. Oleh karenanya, 11 mahasiwa UPB tersebut layak disebut Pejuang Keterbukaan Informasi Publik.

Editor: Surya