Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keluarga Korban Minta Terdakwa Pencabulan Divonis Berat
Oleh : Charles Sitompul
Jum'at | 25-04-2014 | 08:15 WIB

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Keluraga korban pencabulan anak di bawah umur meminta terdakwa Kismin alias A Hao (22), dihukum seberat-beratnya. Hal itu dikatakan keluarga Es (16), korban pencabulan, di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Kamis (24/4/2014).

"Kami meminta majelis hakim untuk menghukum terdakwa dengan hukuman berat, karena tidak ada alasan untuk meringankan hukuman kepada terdakwa," ujar Alek (34), paman korban, didampingi ibu kandung korban yang diketahui tidak fasih berbahasa Indonesia pada sejumlah wartawan, saat menyaksikan persidangan terdakwa.

Alek menilai, perbutan terdakwa telah merusak masa depan keponakanya hingga tidak dapat melanjutkan sekolah ke SMA, karena sedang hamil tiga bulan.

"Kami minta terdakwa dihukum seberat-beratnya, atau minimal lima tahun penjara sesuai perbuatan yang telah dilakukannya kepada anak saudara kami," imbuh Alek.

Alek kecewa dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 3 tahun 6 bulan, sesuai pasal tentang perlindungan anak yang disangkakan, pada sidang sebelumnya.

"Tuntutan jaksa terlalu ringan dibandingkan perbuatan terdakwa. Kami minta majelis hakim dapat menjatuhkan vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa . Jika tidak, maka kami pasti akan mengambil sikap untuk membawa dan melaporkan atas perkara ini ke Komisi Yudisial (KY) dan lembaga terkait di Jakarta," kata Alek.
 
Menanggapi permintaan keluarga korban, ketua majelis hakim PN Tanjungpinang, Jarihat Simarmata SH MH, menyatakan belum dapat memberikan komentar.

"Yang pasti, apapun putusan kita selaku majelis hakim nanti, tentunya didasari atas fakta persidangan. Termasuk sejumlah barang bukti serta keterangan para saksi termasuk saksi korban maupun keterangan terdakwa sendiri. Artinya, putusan yang kita ambil tentunya berazaskan keadilan yang sebenarnya," ucap Jarihat, seusai persidangan.

Dia menjelaskan, sesuai pasal 81 ayat (2) junto pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didakwakan JPU, maka ancaman hukuman minimal bisa dijatuhi kepada terdakwa selama 3 tahun dan maksimal 15 tahun.

"Kita lihat saja nanti, apa hasil putusan yang akan kita berikan kepada terdakwa. Kita selaku majelis hakim tidak boleh serta tidak bisa diintervensi dari pihak manapun," ucap Jarihat.

Saat sidang pembacaan replik jawaban JPU atas pledoi kuasa hukum terdakwa, terlihat korban Es perang mulut dengan ibunya menggunakan bahasa Tionghoa. Es meminta ibu kandungnya itu tidak terlalu mencampuri urusan ia dengan terdakwa yang sudah dianggapnya sebagai pacar atau suami, kendati belum melakukan pernikahan secara resmi.

"Ia (Es), minta agar ibunya tidak terlalu ikut campur atas perkara tersebut," ucap Alek, mengartikan bahasa yang sempat dilontarkan Es terhadap ibunya tersebut.

Sementara, ibu Es terlihat gelisah. Bahkan tidak jarang tanganya mengusap dan menyapu linangan air mata menghadapi nasib anaknya sebagai korban kasus pencabulan dan tengah hamil sekitar tiga bulan. "Ibunya sangat terpukul melihat nasib yang dihadapi anaknya tersebut," ucap Alek.

Sebelumnya, terdakwa ditutut 3 tahun 6 bulan penjara atas perbuatannya. JPU Ekchar Palapia SH, memyatakan, terdakwa diduga terbukti bersalah melakukan pencabulan terhadap Es sebagaimana diatur pasal 81 ayat (2) junto pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Es diduga telah dicabuli sebanyak tiga kali hingga korban hamil oleh Kismin, pria yang baru dikenalnya sekitar empat bulan. Kismin diamankan Satreskrim Polres Tanjungpinang di kawasan Potong Lembu, Tanjungpinang, Sabtu (28/12/2013) lalu, setelah diketahui oleh bibi korban yang langsung melaporkannya ke polisi atas nama ibu korban, Janiah, pada 18 Desember lalu.

Saat itu korban diketahui positif hamil 2 bulan berdasarkan hasil visum tim medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjungpinang.

Kismin dan korbannya sempat hendak menikah secara adat di Vihara Maitreya Suka Berenang, Tanjungpinang, pada Minggu (6/4/2014), atas izin dari majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut. Namun rencana pernikahan dihentikan ibu dan keluarga korban.  (*)

Editor: Roelan