Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jika Mampu, Lis Tegaskan Sekolah Tak Boleh Tolak Anak Penyandang Difabel
Oleh : Habibi
Senin | 24-03-2014 | 10:09 WIB
lis-jangan-tolak-difabel1.jpg Honda-Batam
Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, terlihat geram ketika mengetahui ada anak penyandang difabel ditolak sekolah, padahal secara kognitif anak itu mampu untuk mengenyam pendidikan di sekolah umum.

Lis Darmansyah yang ditemui di sela-sela pelaksanaan MTQ Provinsi Kepri di Karimun, Minggu (23/3/2014), dengan tegas meminta seluruh kepala sekolah agar tidak pilih kasih dalam menerima siswa, termasuk anak berkebutuhan khusus.

"Jika memang kognitifnya sudah oke dan memang mampu, sekolah wajib menerima siswa itu, walaupun kelihatannya tidak normal. Jika dia bisa mengikuti (pembelajaran di sekolah umum), tidak ada alasan bagi sekolah untuk menolak," tegas Lis kepada BATAMTODAY.COM, menanggapi penolakan sekolah-sekolah negeri dan swasta terhadap Kevin, anak penyandang tunadaksa dari SLB Negeri Tanjungpinang.

Namun, imbuhnya, jika memang anak tersebut belum mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah umum dan tidak dapat diupayakan lagi, siswa tersebut harus belajar di SLB.

"Karena memang cara mengajar siswa berkebutuhan khusus dengan siswa biasa kan beda. SLB adalah sekolah yang tepat untuk siswa berkebutuhan khusus mengingat semua pakar anak berkebutuhan khusus ada di sana," terang Lis.

Mengenai sanksi yang akan diberikan, jika sekolah menolak untuk menerima anak penyandang difabel meskipun mampu untuk bersekolah di situ, Lis mempersilakan orang tua atau siapa saja untuk melapor ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. "Nanti akan difasilitasi Disdikbud," katanya.

Sebagaimana diberitakan, Kevin, siswa kelas VII penyandang tunadaksa di SLB Negeri Tanjungpinang, ditolak oleh sekolah-sekolah negeri dan swasta. Kevin, yang oleh guru-gurunya dinyatakan sudah mampu mengikuti proses belajar mengajar di sekolah umum, ingin melanjutkan pendidikannya di sekolah umum saat kenaikan kelas nanti.

Sayangnya, sekolah-sekolah negeri menolaknya. Sekolah-sekolah 'pelat merah' itu mengaku tak mampu untuk mendidiknya. Sementara, beberapa sekolah swasta juga 'geleng kepala'.

Beruntung, keinginan Kevin itu terpenuhi. SMP Bintan Tanjungpinang, satu-satunya sekolah yang membuka pintu untuk Kevin.

Kevin, siswa tunadaksa di SMPLB Negeri Tanjungpinang, menyampaikan hasratnya yang menggebu-gebu untuk melanjutkan pendidikan di sekolah umum. Namun tak disangka, niatnya itu harus pupus.

Hampir semua SMP negeri di Tanjungpinang tak bersedia menampungnya. Sekolah-sekolah "pelat merah" itu menolak karena merasa tak sanggup untuk mendidiknya. Sementara beberapa SMP swasta lainnya juga geleng kepala.

Keinginan itu disampaikan Kevin, siswa kelas VII, kepada ratusan peserta workshop guru pendamping khusus anak berkebutuhan khusus (ABK) se-Provinsi Kepri, di Plaza Hotel Tanjungpinang, Rabu (19/3/2014) lalu. Keinginan sederhana dari seorang bocah penyandang difabel ini meluruhkan perasaan peserta yang sebagian besar dari kalangan ibu-ibu.

Apalagi ketika bocah ini membacakan puisi hasil karyanya sendiri yang berjudul "Ibu". Walau langkahnya tertatih, Kevin berusaha berdiri tegak. Tanpa malu, dia membacakan puisinya -dengan penuturan yang kurang jelas. Maklum, untuk mengucapkan kata "ibu" saja nyaris seluruh otot lehernya menegang.

Kevin saat itu bak seorang bintang. Sejumlah peserta menyorotkan gadget mereka, merekam aksi putis bocah ini. Usai berpuisi, aplaus riuh menggema di ruangan itu. Sebagai penyandang tunadaksa atau cerebal palsy, Kevin kesulitan mengucapkan kata-kata dengan jernih. Tapi, Kevin jago dalam bahasa Inggris.

"Anak kami ini, meksipun penyandang tunadaksa, tapi dia jago berbahasa Inggris. Silakan bagi bapak-bapak, ibu-ibu yang ingin bercakap-cakap dengan Kevin menggunakan bahasa Inggris," kata Riasnelly, Pengawas SD Tanjungpinang, yang juga mantan Kepala SLB Negeri Tanjungpinang itu.

Seorang peserta, Lilis dari TK Adelaide Tanjungpinang, maju untuk 'menguji'. Pertanyaan-pertanyaan Lilis mampu dijawab Kevin dengan 'bahasa payahnya'.

Namun, satu pertanyaan ternyata tak mampu dijawab Kevin. "Where do you want to school?" tanya Lilis.

Pertanyaan ini disambut Kevin dengan menangis. Otot lehernya menegang ketika tangan kanannya mengusap matanya yang berair. Kevin tak menjawab bukan karena tak bisa. Dia hanya tak tahu harus menjawab apa. Hampir semua SMP negeri dan swasta di Tanjungpinang sudah menutup pintu baginya.(*)

Editor: Roelan