Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Industri Batu Bara Tak Cuma Merusak Lingkungan
Oleh : Redaksi
Senin | 24-03-2014 | 07:38 WIB
greenpeace-flagship-rainbow-w.jpg Honda-Batam
Kapal Greenpeace "Rainbow Warrior" menghadang pengriman batu bara pada pembangkit listrik batu bara Pagbilao, Mei 2008, dalam aksi yang memprotes rencana perluasan pembangkit listrik tersebut di propinsi Guezon,150 kilometer barat daya dari Manila. (Foto: greenpeace.org)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Industri batu bara ternyata tak hanya merusak lingkungan. Greenpeace pada Selasa lalu meluncurkan laporan terbarunya yang berjudul "Batu bara Melukai Perekonomian Indonesia".

Dalam laporan tersebut, Greenpeace mengungkapkan bahwa industri ekstraktif batu bara yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia, justru telah melukai ekonomi nasional, memperburuk kemiskinan, dan mengancam penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar operasi pertambangan batu bara.

Sejak tahun 2011, Indonesia telah menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia, mengalahkan Australia. Selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan luar biasa di sektor pertambangan batu bara yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni produksi batu bara meningkat mencapai lebih dari 450 juta ton pada tahun 2012.

Meskipun pertumbuhannya meningkat sangat pesat, sektor batu bara menyumbang hanya 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan prospek pertumbuhan di masa depan yang lebih terbatas.

Greenpeace menyebut, industri ekstraktif seperti pertambangan batu bara mengguncang perekonomian Indonesia, sehingga menyebabkan fluktuasi besar dalam neraca pembayaran dan nilai tukar. Dampak dari fluktuasi ini juga menghambat pembangunan jangka panjang industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi karena mengalihkan dan menghalau investasi modal awal.

Industri batu bara menggambarkan dirinya sebagai penggerak utama perekonomian Indonesia. Pada kenyataannya, batu bara adalah industri bernilai rendah yang menyebabkan kerusakan berlebihan kepada mata pencaharian, memperburuk kemiskinan dan berkontribusi minim terhadap PDB secara keseluruhan, dan bahkan prospek pertumbuhan di masa depan yang lebih rendah. Dengan kata lain, industri batu bara justru telah melukai perekonomian di Indonesia.

"Pengembangan batu bara tidak membantu masyarakat miskin pedesaan, karena pertambangan batu bara justru membawa dampak yang sangat negatif pada pertanian, perikanan dan sektor lain di mana jauh lebih banyak orang bergantung untuk penghidupannya," kata Arif Fiyanto, Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, melalui rilis resmi.

Selain itu, terdapat kelemahan sistemik di pasar batu bara global, dan tidak bijaksana bila Indonesia terus berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas ekspor batu bara. Permintaan impor batu bara Cina cenderung melemah, dengan berbagai faktor yang mendorong turunnya permintaan.

Salah satu faktornya adalah bahwa selama dua tahun terakhir,  tingkat polusi di Cina telah mencapai mencapai rekor dengan tingkat PM 2,5 (polusi partikulat kecil berukuran diameter 2,5 mikrometer) pada Januari 2013. Tingkat polusi tersebut sudah lebih dari 30 kali tingkat yang aman menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 25 mikrogram per meter kubik.

Selain itu kebijakan baru di 26 provinsi di China untuk memangkas produksi dan konsumsi batu bara akan mengurangi permintaan batu bara Cina secara signifikan.

"Pemerintah harus segera menghentikan pembangunan ekonomi yang berbasis pada energi kotor batu bara, seperti dampaknya yang merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan warga. Apabila Indonesia masih terus melanjutkan pembangunan ekonomi yang bertopang pada batu bara, maka dalam jangka panjang batu bara dapat melukai perekonomian Indonesia, dan menjauhkan negara ini dari jalur pembangunan ekonomi rendah karbon," pungkasnya. (*)

Sumber: Mongabay