Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rencana Pembatasan BBM, Pemerintah Diminta Pikirkan Kesejahteraan Rakyat
Oleh : Surya Irawan
Rabu | 08-12-2010 | 18:59 WIB

Jakarta, Batamtoday - Pemerintah harus mendasarkan rencana pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi  pada politik positif pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
ekonomi menengah dan bawah, dan khususnya masyarakat marjinal pada umumnya.

Demikian dikatakan Wakil Ketua DPR RI yang juga Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN), Taufik Kurniawan dan Wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Farial di Jakarta, Rabu (8/12/2010).

Taufik menyatakan, anggaran pembatasan BBM bersubsidi harus bisa dikompensasikan dalam bentuk anggaran pendidikan dan kesehatan. Tanpa peningkatan mutu  pendidikan dan kesehatan, negara Indonesia tidak akan mampu membangun. “Paling substansi perlu dibenahi pemerintah adalah
memperbaiki kualitas pendidikan dan meningkatkn kesehatan masyarakat. Karena, dua komponen ini paling urgensi untuk dipenuhi,” ujar dia.

Sementara, Ahmad mengharapkan, pembatasan BBM bersubsidi bisa memberikan dampak positif bagi sektor perekonomian dan pendidikan. Alokasi dana dari penghematan subsidi yang ditaksir mencapai Rp 28 triliun selayaknya dapat menunjang program percepatan pembangunan infrastruktur transportasi dan pendidikan.

“Walaupun secara resmi pemerintah belum mengomunikasikan rencana pembatasan BBM bersubsidi bersama DPR, namun kami mendukung keinginan pemerintah yang rencananya bakal dilaksanakan pada awal Januari 2011 tersebut,” ujar dia.

Farial mengungkapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi tentu akan berdampak pada berkurangnya pemakaian premium bersubsidi dan adanya penghematan subsidi yang nilainya mencapai Rp 28 triliun. Berdasarkan hal itu, farial meminta kepada pemerintah agar membuat sebuah program yang komprehensif untuk meningkatkan kualitas percepatan pembangunan infrastruktur dan penggratisan biaya pendidikan.

"Saya minta pemerintah dapat menggunakan dana subsidi itu dapat dialokasikan untuk pembangunan
infrastruktur transportasi masyarakat dan pendidikan," katanya.

Ia menjelaskan, percepatan pembangunan infrastruktur transportasi yang layak diyakininya dapat mendukung laju perekonomian suatu daerah. Dicontohkannya, untuk DKI Jakarta saja yang merupakan pusat dari semua aktivitas baik itu ekonomi, budaya, pemerintahan, pendidikan dan lainnya dirasakan sangat minim. Bahkan transportasi massal yang dikatakan mampu untuk meredam tingkat kemacetan pun saat ini tingkat kenyamanannya tidak bisa dibanggakan lagi.

"Jadi kan ada sisa uang sebesar Rp 28 triliun, dan itu harus benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah untuk program tersebut dan itu tidak untuk satu atau dua tahun saja tapi harus secara simultan kalau perlu lima tahun. Karena infrastruktur transportasi ini sangat vital keberadaannya," tuturnya.

Sementara, untuk sektor pendidikan, dari alokasi dana Rp 28 triliun itu pemerintah juga diharapkan mampu membuat konsep pemberian pendidikan gratis secara menyeluruh."Sekarang yang ada pendidikan gratis mungkin uang pangkalnya tapi bulanannya tidak atau sebaliknya dan saya harap  semuanya gratis. Masyarakat miskin ini jumlahnya semakin banyak dan jangan sampai mereka tidak bisa mengenyam pendidikan karena biaya yang mahal. Sementara orang yang kaya semakin banyak yang mendirikan sekolahan," tuturnya.

Hal senada dikatakan mantan anggota DPR Alvin Lie. Ia mengatakan, pembatasan BBM bersubsidi memang dirasakan sangat tepat untuk menghindari terus membengkaknya subsidi yang berkisar Rp 80 triliun setiap tahunnya.  Dia mengungkapkan, daripada dana subsidi sebesar Rp 80 triliun habis terbakar sebaiknya dialokasikan untuk pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

"Sekarang bayangin aja, misalnya saat ini jumlah sepeda motor yang ada itu berapa dan kalau misalnya setiap hari minimal menggunakan 1 liter, maka untuk satu tahun sudah berapa subsidi yang dipakai? sementara saat ini pajaknya semakin tahun tambah turun padahal tingkat emisi dan keborosannya sudah bertambah. Jadi lebih baik subsidi itu tidak diberikan dalam bentuk barang tapi program yang berkelanjutan dan nitu sudah pernah kami bahas saat di Komisi VII dulu," tukasnya.