Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Minta Mark Up Proyek e-KTP Diusut Tuntas
Oleh : Surya
Kamis | 19-09-2013 | 16:27 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi II DPR RI yang terlibat langsung dalam membuat kebijakan dan regulasi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP mendukung diusut tuntas terjadinya korupsi dan mark up anggaran pembuatan e-KTP tersebut. Sehingga e-KTP harus jalan terus, dan proses hukum harus ditegakkan untuk pemberantasan korupsi di negeri ini.

"Mendagri Gamawan Fauzi dalam Raker dengan Komisi II DPR pernah bilang akan mundur, dan ada mafia e-KTP. Tapi, belum dijelaskan maksud mafia tersebut, meski proyek e-KTP ini melibatkan institusi Polri, Kemenkeu dan lain-lain. Dan, DPR tak mau masuk ke dalam masalah teknis operasional e-KTP itu," tegas Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa dalam diskusi 'E-KTP' bersama kuasa hukum M. Nazaruddin, Elza Syarif di  Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (19/9/2013).

Masalah teknis operasional termasuk perusahaan, keuangan, teknologi e-KTP dan sebagainya menurut Agun semuanya diserahkan ke Kemendagri.

"Khusus e-KTP ini DPR hanya meminta agar DPT (daftar penduduk potensial pemilih pemilu) itu akurat untuk pemilu 2014. Kita harapan per Januari 2014 seluruh penduduk sudah memiliki e-KTP. Jadi, proyek e-KTP Rp 5,8 triliun ini jangan sampai gagal," kata Agun.

Kalau DPT sudah akurat lanjut Agun, maka pemilu 2014 diharapkan berlangsung jujur, adil, demokratis, efektif, dan transparan, dan kasus pemilu 2009 tidak terulang di pemilu 2014.

"Itu penting, sebab kalau memasukkan (entry) data e-KTP ke dan DP4 itu salah, maka berakibat amburadulnya DPT pemilu 2014," ujarnya.

Kuasa hukum M. Nazaruddin, Elza Syarif menegaskan jika memang ada mark up dan korupsi anggaran di proyek e-KTP tersebut. Mark upnya sampai 49 % dari total anggaran Rp 5,8 triliun.

Bahkan sebelum proyek itu ditetapkan, sudah berlaku sistim ijon, di mana 5 konsorsium perusahaan yang mau tender diminta membayar masing-masing Rp 50 miliar, sehingga menjadi Rp 250 miliar. "Jadi, korupsi dan mark dalam e-KTP ini serius, bukan mimpi," ungkapnya.

Diakuinya jika Nazaruddin terlibat dan terima uang, demikian juga oknum pemerintah yang lain. "Semuanya memiliki bos-bos, ada tiga bos. Ada Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang hanya kebagian 40 % dibanding Paulus Tanos yang 60 %. Jadi di hardisk Nazar sendiri ada 20 kasus, dan baru 12 yang diungkap ke KPK," pungkas Elza.

Paulos Tanos adalah pemilik PT. Sandipala dan rekannya Andi Narogong alias Andi Ignatius dan pejabat tinggi Kemendagri diduga menerima Rp 300 milyar agar memenangkan PNRI. Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis NIK Secara Nasional (KTP Elektronik) memakai dana APBN seni­lai Rp 5.951.886.009.000, DIPA Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri tahun ang­garan 2011 dan 2012.

Mendagri Gamawan Fauzi sendiri diudang dalam diskusi tersebut, namun memilih tidak hadak hadir tanpa alasan yang jelas meskipun sebelumnya menyatakan bakal hadir.

Editor: Surya