Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Utang Capai Rp 1.600 Triliun, BPK Didesak Audit APBN
Oleh : Surya
Senin | 09-09-2013 | 18:06 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak untuk melakukan audit anggaran pendapatan dan belanja (APBN) pemerintah, sebab dari tahun ke tahun utang luar negeri Indonesia terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 1.600 triliun.

BPK  bisa melakukan audit karena pinjaman luar negeri tersebut, bunganya lebih besar dari negera-negara berkembang  yang  lain.

"BPK bisa melakukan audit utang luar negeri selama sepuluh tahun terakhir ini. Apalagi ketika Sri Mulyani menjabat sebagai menteri keuangan, bunga yang harus dibayarkan ke IMF melebihi negara-negara berkembang yang lain. Untuk itulah dia selalu mendapat pujian dari IMF dan Bank Dunia," tandas mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli dalam diskusi Ketahanan Ekonomi bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid dan Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta (F-PDIP) di Jakarta, Senin (9/9/2013).

Menurut Rizal, perlunya audit terhadap APBN karena banyak proyek-proyek yang dibiayai dari utang luar negeri banyak  oleh pejabat Indonesia. Padahal, kata Rizal, untuk membangun tidak diperlukan utang antara lain melalui kebijakan yang benar.

Misalnya tanpa membangun gedung-gedung dan pembelian mobil serta sarana pemerintah yang lain, yang memang tidak mendesak.

"Kalau itu bisa dikurangi, kita cukup sewa gedung dan transportasi, maka negara bisa menghemat sampai Rp 400 triliun dari Rp 500 triliun yang dianggarkan. Sisanya untuk membangun infrastruktur transportasi, pertanian, dan sebagainya," ujarnya.

Perekonomian negara yang dibangun saat ini lanjut Rizal, akibat tak didasari nasionalisme, tapi menjadikannya sebagai ideologi pasar.

"Pasar yang dikusasi impor, maka petani pun tak lagi mau bertani karena rugi dan tak berdaya. Itulah tujuan neolib. Sehingga ketika devisa negara defisit-berkurang, utang pemerintah dan swasta sama-sama besar, transaksi berjalan minus 9  M dollar AS, dan kalau rupiah sampai tembus Rp 15.000,- maka akan ada lima perusahaan besar yang akan rontok, dan ekonomi Indonesia lampu merah," tambah Rizal.

Tapi, Rizal optimis jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan menteri-menterinya jujur, apa adanya terhadap kondisi perekonomian saat ini yang semuanya defisit. Tentu semua komponen bangsa akan bersama-sama mencari solusi untuk mengatasi demi kepentingan bersama.

"Pemerintah selalu mengatakan pertumbuhan ekonomi bagus, namun fakta sebaliknya," katanya.

Sedangkan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid menegaskan jika perekonomian negara saat ini secara umum pertumbuhannya baik.

"Hanya saja utang luar negeri terus bertambah besar, dan sumber daya alam negara ini pengelolaannya makin jauh dari amanat konstitusi," kata Farhan kecewa.

Sementara Arif Budimanta mengatakan, pengelolaan ekonomi negara saat ini diperlukan kemandirian.

"Kita terlalu mendorong impor konsumsi yang besar, sistem keuangan yang terlalu terbuka, dan pemelamahan tukar rupiah itu sejak November 2011, utang luar negeri dan swasta sama-sama besar dan sulit dikendalikan, maka semua itu akan makin berat," kata Arif.

Karena itu pemerintah harus menstabilkan pasar keuangan dalam negeri dengan sangat hati-hati, memperbaiki daya saing dan iklim investasi, serta menjaga kelangsungan usaha ekonomi rakyat dan daya beli masyarakat kecil.

Kemudian memperbaiki ketimpangan ekonomi yang sudah besar, membuat kebijakan pencegahan atau pengurangan terhadap kegiatan spekulatif di pasar, dan melakukan pendekatan moral pada pelaku pasar agar tak melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan gejolak.

"Itulah antara lain yang mesti dilakukan," pungkasnya.

Editor: Surya