Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bali Dalo Nilai Permohonan Pembubaran PT SIS Cacat Hukum
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 01-08-2013 | 15:00 WIB

BATAM, batamtoday - Bali Dalo, selaku Direktur PT Sintai Industri Shipyard (SIS) menyatakan putusan pembubaran perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kapal tersebut cacat hukum.

Dikatakan oleh Bali Dalo bahwa pemohon Edna Juna Siby tidak berhak untuk mengajukan permohonan pembubaran karena status kepemilikan saham sebesar 20 persen di PT SIS belum sah karena belum terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM.

"Kepemilikan saham pemohon belum masuk ke Kemenkumham. Untuk pindah saham bukan seperti di kedai kopi," kata Bali Dalo saat dikonfirmasi batamtoday, Kamis (1/8/2013).

Sehingga seharusnya hakim menolak permohonan dari pemohon karena bukan salah satu pemegang saham di PT SIS.

"Pemohon sebenarnya pihak yang tidak berkepentingan tidak ada saham tapi gugatannya malah diterima. Tidak ada nama pemohon dalam kepemilikan saham di PT SIS," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Batam mengabulkan permohonan pembubaran PT Sintai Industri Shipyard (SIS) dengan pemohon Edhna Juna Siby selaku pemegang saham 20 persen dan termohon yang berkedudukan di Tanjunguncang pada Kamis (1/8/2013).

Permohonan dari Edhna Juna Siby yang isinya meminta Pengadilan Negeri Batam untuk menetapkan dan menyatakan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Sebab sudah sanagat-sangat tidak kondusif, oleh karenanya badan usaha yang berbentuk badan hukum penanaman modal dalam negeri Perseroan PT Sintai Industri Shipyard (SIS) diminta untuk dibubarkan.

Atas permohonan tersebut, Hakim Merrywati mengabulkan permohonan tersebut dan menetapkan PT SIS akan dibubarkan karena pemohon merupakan salah satu pemegang saham sebesar 20 persen pada perusahaan tersebut.

"Permohonan pemohon dikabulkan dan menetapkan menunjuk Likuidator," kata Merrywati.

Usai pembacaan putusan tersebut, pihak termohon melalui penasehat hukumnya Charles Lubis menyatakan akan melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

Editor: Dodo