Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait 61 Surat Izin Pemeriksaan Kepala Daerah

Presiden-Mensesneg-Mensekab-Jaksa Agung, Ada Missing Link
Oleh : Tunggul Naibaho
Rabu | 13-04-2011 | 12:15 WIB

Jakarta, batamtoday - Nampaknya ada missing link, atau garis hilang, dalam hubungan korespondensi antara Presiden dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), dimana Menteri Sekretaris Kabinet (Mensekab) dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) menjadi penghubung diantara keduanya, terutama terkait 'selipnya' 61 Surat Permohonan Ijin Pemeriksaan (SPIP) para kepala daerah yang sudah dikirim pihak Kejagung namun sampai saat ini belum ditandatangani Presiden.

"Haqqul yakin, tidak ada (permohonan) izin kepada saya," kata SBY di Istana Negara, Selasa, 12 April 2011 sesaat sebelum membuka rapat kabinet. Kata 'haqqul yaqin' dipilih SBY, mungkin dia tidak ingin dibilang berbohong, seperti dituduhkan para tokoh Lintas Agama, beberapa waktu lalu.

"Meja saya bersih setiap hari. Kalau ada surat itu pasti saya segera tandatangani, tidak ada yang terlantar," tegas SBY.

Mencuatnya masalah 61 SPIP tersebut ketika Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, Kamis 7 April 2011, merilis soal belum ditandatanganinya 61 SPIP oleh Presiden yang menyebabkan macetnya pemeriksaan sejumlah Kepala Daerah dalam kasus-kasus dugaan korupsi.

Kasus-kasus korupsi yang sedang dimintakan SPIP-nya kepada Presiden terjadi pada rentang waktu 2005-2011. Temasuk di dalamnya kasus Awang Faroek Ishak , Gubernur Kaltim yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengeloaan dana hasil penjualan saham PT Kaltim Prima Coal milik Pemda Kutai Timur oleh PT Kutai Timur Energi.

SBY, nampaknya cukup tersengat dengan penyampaian polos dan terbuka dari Noor Racmad, dan SBY mengatakan jangan sampai terkesan pemerintah melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. SBY, nampaknya juga menyesalkan informasi itu datang dari dalam atau dari kejaksaan agung, ujar SBY menembak Noor Rachmad, setelah dirinya merasa disentil oleh kapuspenkum Kejagung tersebut.

Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung) sendiri nampaknya mencari aman, dan mengeluarkan statement-statement diplomatis. Kita akan singkronkan dulu, data-datanya, katanya, juga di Istana Negara pada Selasa 12 April 2011 kemarin.

Bahkan terkesan Basrief membela pihak Istana, dengan mengatakan, SBY belum memberikan persetujuan izin pemeriksaan bukan karena menunda, namun disebabkan persoalan administratif surat permohonan izin yang belum sampai ke meja Presiden.

Bahkan lebih jauh dari itu, dia mengatakan mungkin saja suratnya masih dibahas di kalangan internal Kejagung, karena dibutuhkan analisa mendalam sebelum SPIP disampaikan kepada Presiden.

SPIP dalam hal ini diperlukan pihak Kejagung mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan UU Nomor 27 tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa pihak penegak hukum memerlukan ijin Presiden untuk memeriksa Kepala Daerah.

Namun demikian pada Pasal 36 UU Nomor 32 tahun 2004 juncto UU Nomor 27 Tahun 2009, juga mempersilahkan pihak penegak hukum untuk meneruskan pemeriksaan jika dalam 60 hari, untuk kepala daerah, dan 30 hari untuk anggota MPR/DPR/DPD/DPRD belum juga turun.

Ketika tentang ketentuan ini ditanyakan wartawan kepada Basrief Arief, dia mengatakan, pihaknya tidak mau gegabah.

"Kita tidak mau gegabah," katanya.

Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi yang ditanya wartawan mengatakan, SPIP tersebut masih berada di Mensekab Dipo Alam, dan masih digodok.. Tetapi Dipo Alam, mengaku belum tahu adanya 61 SPIP itu, dan dia berjanji akan mencoba melacaknya

"Mungkin nyelip," katanya.