Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Iklim Ekstrem Ancam Bisnis Global
Oleh : Dodo
Senin | 22-07-2013 | 10:15 WIB
extreme-weather--007.jpg Honda-Batam
(Foto: guardian)

CALIFORNIA - Mayoritas perusahaan besar dunia melihat perubahan iklim dan iklim ekstrem sebagai risiko bisnis jangka pendek. Namun mereka kurang memiliki data dan keahlian untuk mengantisipasi dan mengelola risiko-risiko ini. Center for Climate and Energy Solutions (C2ES) menawarkan solusinya.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru C2ES yang dirilis pekan lalu. Laporan berjudul “Weathering the Storm: Building Business Resilience to Climate Change” menyediakan gambaran detil terkait perencanaan perusahaan global untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

C2ES menemukan, 90 persen perusahaan yang masuk dalam Indeks Global 100 Standard and Poor’s menganggap iklim ekstrem dan perubahan iklim sebagai risiko bisnis. Sebagian besar dari mereka (62 persen) menyatakan sudah menghadapi dan bersiap mengantisipasi risiko tersebut dalam 10 tahun ke depan.

Hal yang paling mereka khawatirkan adalah kerusakan pada fasilitas perusahaan, kekurangan air dan energi, biaya yang lebih tinggi serta gangguan pada sistem pasokan dan distribusi.

Walaupun sebagian besar perusahaan sadar akan risiko-risiko ini, namun hanya sedikit dari mereka yang bertindak secara tepat karena kurangnya informasi dan keahlian dalam mengantisipasi risiko-risiko ini terhadap operasi bisnis spesifik mereka.

“Perusahaan tahu cara mengantisipasi perubahan kondisi (iklim) bisnis. Sekarang mereka harus berhadapan dengan tantangan fisik saat perubahan iklim meningkatkan frekuensi iklim ekstrem, kekeringan dan banjir,” ujar Eileen Claussen, Presiden C2ES. “Banyak perusahaan yang menanyakan apakah iklim ekstrem ini sudah menjadi sebuah ‘keniscayaan baru’ (new normal). Mereka memerlukan bantuan untuk mengelola dan mengantisipasi risiko-risiko ini terhadap pendapatan perusahaan.”

Berdasarkan studi di perusahaan kelas dunia seperti American Water, Bayer, The Hartford Group, National Grid, Rio Tinto dan Weyerhaeuser, C2ES mengembangkan empat kerangka pengelolaan risiko perubahan iklim.

Kerangka pertama adalah membangun sistem informasi dan analisis yang terus diperbaharui. Sistem ini berisi proyeksi perubahan iklim yang spesifik dan mudah dipahami yang akan dipakai untuk menganalisis dampak proyeksi tersebut terhadap operasional perusahaan.

Kerangka kedua adalah mengajak perusahaan untuk turut berinvestasi membangun infrastruktur publik. Perusahaan bergantung pada insfrastruktur publik dalam operasional mereka, seperti jalan raya, jembatan dan pelabuhan. Turut menjaga infrastruktur ini akan membantu daya tahan perusahaan menghadapi cuaca ekstrem dan bencana iklim.

Kerangka ketiga, menciptakan regulasi yang mendukung daya tahan terhadap bencana dan krisis iklim. Perusahaan yang berperan penting adalah perusahaan penyedia air bersih, listrik dan asuransi sehingga mereka bisa saling mendukung dalam mengurangi risiko cuaca ekstrem dan krisis iklim.

Kerangka terakhir adalah mengembangkan kemitraan antara publik dan perusahaan termasuk dengan melibatkan pemerintah dan ahli-ahli bisnis untuk menciptakan program mengatasi dan mengantisipasi dampak perubahan iklim dan pemanasan global. 

Sumber: hijauku.com