Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Kasus Korupsi Rudin Suryatati, Kejati masih Gamang dan belum Tentukan Sikap
Oleh : Charles Sitompul
Rabu | 12-06-2013 | 20:25 WIB

TANJUNGPINANG, batamtoday - Penanganan kasus dugaan korupsi dana pemeliharaan dan renovasi rumah dinas (Rudin) mantan wali kota dan wakil wali kota Tanjungpinang, yang dianggarkan sejak 2008-2012, hingga saat ini belum menemukan titik terang.

Kendati sudah menemukan unsur melawan hukum dan dugaan merugikan keuangan negara, namun Kejaksaan Tinggi Kepri yang sudah melakukan gelar perkara atas penanganan kasus tersebut menyatakan belum bisa menentukan sikap alias masih gamang, apakah akan meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan dan menetapkan tersangka.

Kegamangan pihak Kejati Kepri penanganan kasus tersebut, disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Elvis Jhony melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Heppy Cristian SH, kepada batamtoday saat dikonfirmasi, Rabu (12/6/2013).

"Dari hasir gelar perkara yang kita lakukan, belum bisa ditentukan apakah ada pristiwa pidana dari kasus yang sedang dilidik ini. Oleh sebeb itu, penyidik akan meminta keterangan saksi pakar hukum adminitrasi negara dan pakar hukum pidana," ujar Heppy.

Urgensi dari pemeriksaan dan permintaan pendapat pada pakar hukum itu, kata Heppy, diperlukan untuk menentukan ada tidaknya persitiwa pidana dalam kasus yang sedang diselidiki penyidik Kejaksaan Tinggi Jepri itu, khususnya pasca pengembalian dana sebesar Rp 1,7 miliar oleh mantan wali kota Tanjungpinang Suryatati A Manan, dan Rp 2,5 miliar oleh mantan wakil wali kota Edward Mushalli.

"Rencananya, saksi ahli/pakar yang akan kita dihadirkan merupakan guru besar atau dosen dari Universitas Sumatra Utara, dan kemungkinan tim penyidik sudah berangkat ke sana untuk meminta tanggapan atau keterangan saksi pakar tersebut," ujarnya.

Dalam permintaan tanggapan pakar dalam kasus ini, tambah Heppy, tim nantinya akan memaparkan kronologi dan posisi kasus, sehingga pakar dapat memberikan pendapatnya apakah dalam kasus ini terdapat peristiwa pidana atau tidak.

Terkait kegamangan penyidik Kejati Kepri dalam penanganan kasus korupsi yang diduga melibatkan mantan wali kota Tanjungpinang Suryatati A Manan ini, pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Akhiar Salmi, sebelumnya sudah berpendapat jika pengembalian uang korupsi rumah dinas (rudin) walikota dan wakil walikota Tanjungpinang 2008-2012 sebesar Rp 2,5  miliar oleh mantan Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan tetap tidak bisa menghilangkan dugaan unsur pidananya.

Pengembalian itu, harusnya dijadikan bukti bagi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) untuk menjerat dan menjadikan Suryatati sebagai tersangka, karena yang bersangkutan terbukti menerima.

"Ngapain dia mengembalikan kalau tidak menerima, pengembalian itu karena didahului penerimaan. Pengembalian itu bukti dia mengakui menerima dana korupsi rumah dinas," kata Akhiar kepada batamtoday di Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Menurut Akhiar, didalam pasal 4 UU No.31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2011 ditegaskan, bahwa pengembalian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

"Artinya meski dia telah mengembalikan, kasus pidananya tetap jalan terus. Kejaksaan Tinggi Kepri tidak bisa menghentikan kasus pidananya. Ekspos harus terus dilakukan, kasusnya jalan terus dan Suryatati harus dijadikan tersangka, karena sejak awal sudah ditemukan dugaan pidananya," jelas Akhiar.

Jika Kejati Kepri menghentikan kasus tersebut, maka masyarakat bisa melaporkan Jaksa yang menangani perkara tersebut ke Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.

"Jaksa dan kepala Kejaksaan Tinggi Kepri nanti akan diperiksa Jamwas Kejaksaan Agung. Masyarakat adukan saja, kalau kasus itu dihentikan," katanya.

Kejati Kepri, lanjutnya, tidak boleh meng-SP3-kan kasus korupsi rudin walikota dan wakil walikota Tanjungpinang 2008-2013 yang melibatkan Suryatati A Manan.

"Kasusnya harus terus dilanjutkan. Biarkan nanti hakim yang menentukan hukuman bagi Suryatati, pengembalian itu bisa menjadi dasar untuk keringanan hukum. Kasih hukuman ringan saja, karena dia sudah kembalikan uang yang dikorupsinya," kata pakar hukum Pidana UI ini.

Editor: Dodo