Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dirut BPR Dana Putra Dituntut 5 Tahun, Pengacara Sebut Tuntutan Tanpa Hati Nurani
Oleh : Roni Ginting
Rabu | 12-06-2013 | 15:57 WIB
pn_batam.jpg Honda-Batam
Pengadilan Negeri Batam.

BATAM, batamtoday - Haris, mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Putra dituntut hukuman maksimal selama 5 tahun penjara karena telah menyalurkan kredit dengan menggunakan data fiktif dengan nilai plafon Rp 1,72 miliar pada Rabu (12/6/2013).

Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu Soesanto menyatakan kalau terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 374 KUHP karena telah melakukan penggelapan dalam jabatan.

"Terdakwa dituntut hukuman penjara selama 5 tahun dikurangi masa tahanan. Hal yang memberatkan karena terdakwa telah menyalahgunakan jabatan hingga perusahaan mengalami kerugian Rp 1,72 miliar," ujar Wahyu di persidangan yang dipimpin oleh hakim ketua Thomas Tarigan tersebut.

Usai pembacaan tuntutan, terdakwa menyatakan akan mengajukan pledoi atau pembelaan secara tertulis yang akan dibacakan pekan depan.

Usai persidangan, Firdaus selaku penasehat hukum terdakwa mengaku kaget dengan tuntutan JPU yang menuntut kliennya hukuman maksimal.

"Lima tahun itu hukuman maksimal. Kaget tadi dengarnya," ujar Firdaus.

Dia beranggapan kalau tuntutan JPU tidak memiliki hati nurani. Sebab selama persidangan kliennya tidak pernah berbelit-belit dan berterus terang.

"Selain itu klien saya juga tidak ada menikmati uang tersebut karena merupakan pinjaman kepada nasabah," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya saksi Susilowanto selaku Direktur Operasional BPR tersebut menjelaskan bahwa terdakwa telah menyalurkan kredit fiktif atas nama 26 kreditur.

"Ke-26 kreditur tersebut hanya meminjam nama saja. Pinjam nama pakai KTP dan dilakukan pencairan," ujar Susilowanto.

Akan tetapi, dalam perjalanan ternyata tidak ada pengembalian yang mengakibatkan terjadinya kredit macet. Dan pencairan kredit fiktif tersebut atas instruksi dari Direktur Utama.

"Adanya pinjaman fiktif tersebut diketahui dari audit oleh Bank Indonesia," katanya.

Selain kredit fiktif, lanjut Susilowanto, ada juga kredit pemilikan mobil yang tidak sesuai plafon yang menyebabkan kerugian Rp 500 juta.

"Terdakwa meninggikan nilai kredit lebih besar dari plafon pinjaman mobil. Setelah terjadi kredit macet baru diketahui adanya hal itu," terang Susilowanto.
 
Editor: Dodo