Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Kasus Korupsi Dana Hibah KPU Batam

Saksi Sebut Ketua dan Sekretaris KPU Batam Tandatangani SPPD Fiktif
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 11-06-2013 | 19:22 WIB
Hendriyanto-Saat-duduk-dan-Disidang-Di-PN-Tipikor-Tanjungpinang.jpg Honda-Batam
Hendriyanto saat menjalani persidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dalam kasus korupsi dana hibah KPU Batam.

TANJUNGPINANG, batamtoday - Sekretaris dan Ketua KPU Batam, ternyata sengaja membuat dan menandatangani Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dari setiap perjalanan PNS serta Komisioner KPU selama 2010 dengan membawa dan menitip blanko SPJ dan SPPD pada anggota maupun PNS KPU yang berangkat.

Demikian dikatakan Dewi Erika, pembantu administrasi keuangan KPU Batam, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, dalam sidang lanjutan korupsi dana hibah KPU Batam dengan terdakwa korupsi mantan ketua KPU Batam Hendriyanto, Selasa (11/6/2013).

"Saya disuruh Pak Syarifuddin selaku sekretaris untuk membuat SPJ dan SPPD fiktif dari setiap perjalanan yang dilakukan PNS dan Komisioner KPU pada 2010 lalu," ujar Dewi sapaan akrab Dewi Erika dalam sidang lanjutan korupsi dana hibah KPU Batam.

Setelah membuat laporan dan SPPD fiktif, selanjutnya Dewi membawa bundel dokumen SPPD fiktif itu untuk ditandatangani Sekretaris KPU terpidana Syarifuddin serta Ketua KPU Hendriyanto.

Dewi juga menyebutkan, hampir seluruhnya ketua Komisioner KPU Batam dan pegawai KPU bahkan dirinya pernah membuat SPPD fiktif dari setiap perjalanan yang dilakukan ke luar daerah, termasuk kuitansi nomor 156 dan 173 dengan tujuan berangkat ke Jakarta atas nama Zeindra Yanuardi.

"Ada juga diantaranya perjalanannya dilaksanakan, namun ada juga yang tidak dilaksanakan, untuk tiket satu kali perjalanan ke Jakarta dianggarkan sebesar Rp 1,9 juta dengan total dana SPPD per orang antara Rp 4 hingga 5 juta," sebutnya.

Hendriyanto sendiri dikatakan Dewi ada empat kali melakukan perjalanan dinas dengan data dan SPPD fiktif, bahkan termasuk dirinya sendiri, yang seolah-olah berangkat ke Medan namun tidak berangkat. Namun dari pembuatan dan pencairan dana SPPD fiktif itu, Dewi mengaku hanya memperoleh Rp 200 ribu dari Sekretaris KPU Batam.   

"Uang dicairkan sekretaris, dan saya hanya bertugas membuat dan menekenkan dokumen SPPD. Kata pak Syarifuddin uang SPPD fiktif itu digunakan untuk menutupi gaji lembur dan utang lainnya yang digunakan bendahara terpidana Deddy Saputra," sebut Dewi lagi.

Ditanya, JPU, bagaimana cara mendapatkan tiket pesawat lengkap dengan pas boardingnya, Dewi menjawab dia mendapatkan tiket-tiket tersebut dari rekan temannya bernama Hernelli Darmawati. Namun demikian, ia mengaku tidak mengetahui dari mana Hernelli mendapatkan tiket-tiket tersebut.

"Karena saya menerima jadi, sehingga saya tidak tahu dimana ia mendapatkan tiket tersebut. Untuk satu tiket laporannya saya sampaikan sebesar Rp 200 ribu," tukasnya.

Atas penjelasan tersebut, Hernelli yang dimintai keterangan secara bersamaan mengatakan kalau ia mendapatkan tiket-tiket tersebut dari Zulfan seorang supir taksi yang dia kenal. Dikatakannya, ada sekitar 30 tiket fiktif yang dipesan oleh KPU Batam. Tanggal keberangkatan di dalam tiket tersebut dibuat mundur.

"Untuk satu tiket seharga Rp 160 ribu, dari satu tiket tersebut saya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 30 ribu. Ada tiket Lion dan Mandala. Tiket-tiket tersebut dibeli pada tahun 2010," bebernya.

Sementara itu, Rivai, Pimpinan Redaksi Semenanjung Televisi (STV) yang turut memberikan kesaksiannya mengatakan pihak KPU pernah menjalin kerjasama untuk agenda sosialisasi yang dikemas dalam siaran tunda sebesar Rp 10 juta. Namun oleh pihak KPU anggaran tersebut di-mark up menjadi Rp20 juta.

"Didalam kuitansi isinya menjadi Rp 20 juta, tapi kenyataan hanya Rp 10 juta yang masuk ke bendahara STV. Karena Hendriyanto minta tolong, alasannya 50:50," jelasnya.

Mendengarkan keterangan saksi-saksi tersebut, Hendriyanto sempat membantah atas SPPD fiktif yang ditandatanganinya. Dia berasalan kalau SPPD fiktifi itu ditandatangani karena dirinya tidak tahu dan baru tahu saat dirinya diperiksa di Kejaksaan.

Namun Dewi menyatakan tetap pada keteranganya, hingga majelis hakim kembali menjadwalkan sidang pada pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.

Editor: Dodo