Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Harga Bawang Merah dan Putih Mahal

Importir Bawang Nikmati Keuntungan Rp 2,8 Triliun Perbulan
Oleh : si
Kamis | 21-03-2013 | 16:37 WIB
Romi.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy

JAKARTA, batamtoday - Komisi IV DPR yang membidangi pertanian menilai para importir bawang putih dan merah mendapatkan mencapai Rp 2,8 triliun per bulan ketika terjadi kelangkaan dua komoditi tersebut.

 
Yang memprihatikankan, ternyata importir dan penjahat ekonomi juga terbantu dengan adanya instruksi Presiden SBY dan peraturan menteri pertanian yang meminta diloloskannya bawang impor yang tertahan di pelabuhan.

"Dalam satu bulan, ada impor 1,4 juta kg. Kalau importir mengambil keuntungan Rp30 ribu/kg, maka didapat keuntungan Rp2,8 triliun," kata Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy (Romy) di DPR, Kamis (21/3/2013).

Menurut dia, importir tidak seharusnya mengambil keuntungan begitu tinggi, dengan memainkan harga. Sebab, dalam perkiraan sudah mendapat keuntungan besar. Mereka membeli di Cina seharga 1 dolar AS/kg (Rp 9.600,-). Kalau sampai Pelabuhan di Indonesia sekitar 1,3 dolar AS.

"Jadi, seharusnya mereka menjual dengan harga Rp20 ribu/kg, mereka sudah mendapat untuk banyak," katanya.

Lebih memprihatinkan lagi saat harga tinggi-tingginya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang Kabinet, 14 Maret, memerintahkan agar bawang putih impor yang tertahan di berbagai pelabuhan, diminta untuk segera diloloskan dengan tujuan agar harga bawang yang melonjak sampai Rp70 ribu, bisa segera turun.

Menteri Perdagangan Gita Wiryawan menindaklanjuti dengan mengelurkan Surat Mendag untuk meloloskan bawang-bawang yang tertahan di pelabuhan. 

"Maka, dengan penjahat ekonomi, yaitu para importir yang sengaja menahan barang, jadi terbantu. Bawangnya bisa masuk dengan adanya aturan menteri yang sebenarnya rawan melanggar hukum itu,"  kata Romy.

 Hal yang patut dicurigai adalah masalah pengeluaran RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) oleh Kementerian Pertanian yang sempat kosong dua bulan lebih. RIPH ini adalah surat untuk bisa keluarnya barang impor dari pelabuhan. Penerbitan RIPH yang begitu lama, diduga sebagai kesengajaan, dengan beberapa kemungkinan.

Yang sudah terlihat, sebelumnya sudah terbit banyak sekali RIPH yang dimiliki pihak tertentu, dan kemudian diperdagangkan. Yang biasa sati RIPH hanya Rp 5 juta, kemudian dijual Rp 25 juta, bahkan lebih.

"Kalau mau curiga, maka kekosongan penerbitan RIPH selama 2 bulan itu, tampaknya agar RIPH yang masih dipegang pihak tertentu agar bisa terjual habis duluan," katanya.

Atas berbagai kisruh bawang tersebut, Romy tidak mau mengkaitkan masalah kisruh bawang itu dengan upaya mencari rente bagi parpol tertentu terkait Pemilu 2014. Yang jelas terlihat, ungkapnya, dulu ketika tidak ada aturan-aturan masalah impor bawang putih, tidak timbul masalah soal harga.

"Tapi, sekarang setelah ada aturan-aturan, kok, malah harga bawang menjadi sangat tinggi," katanya.

Ia menjelaskan, Indonesia memang mengalami masa yang sulit setelah menandatangani LoI (Letter of Intent) dengan IMF. Setelah persetujuan dengan IMF dunia pertanian kita hancur, karena lembaga dunia itu mengharuskan pergadangan bebas, sehingga seluruh komoditi pertanian kita diserang dari luar, termasuk bawang putih, bawang mereah, gula, dll. Kalau kita mau bangkit, sangat bisa. Menurut Romy, 95% bawang putih merupakan impor, padahal kita bisa menanam sendiri.

"Tidak benar kalau bawang putih merupakan tanaman subtropis. Banyak kok yang menanam, sekarang sekitar 5000 hektar. Kalau mau swasembaga bawang, yang dibutuhkan adalah lahan-lahan yang harus diperluas terus. Dulu kita tidak masalah dengan bawang, kita bisa swasembada, tapi setelah ada IMF, rusak semua. Kalau kita mau bangkit, bisa dan petani kita perlu diberi insentif soal pupuk, bibit, sampai pemasaran," katanya.

Karena itu lanjut Romy, Komisi IV mendesak Mentan Suswono mempercepat pengeluaran RIPH tersebut agar tak ada masalah dengan impor. Terkait itu, Komisi IV DPR akan Raker dengan Mentan Siswono pada Selasa (26/3) pekan depan untuk memperjelas masalah impor bawang dan juga daging serta holtikultura lainnya, agar tidak merugikan rakyat.

"Jangan sampai surat menteri yang retroaktif, itu melegalkan yang haram atau melegalisasi yang ilegal. Kalau demikian, maka Menteri melawan sekaligus melanggar aturan di atasnya, yaitu UU dan peraturan menteri (Permen) sendiri," katanya.

Padahal kata Romy, amanat UU No.8 tahun 2012 tentang pangan dan UU No.13 tahun 2010 tentang holtikultura tersebut bertujuan untuk melindungi petani domestik. Tapi, diakuinya dengan kesemrawutan tata kelola impor dan pengelolaan pangan pasca LoI dengan IMF tersebut, plus adanya pengusaha dan kebijakan pejabat yang tidak bertanggungjawab, maka impor menjadi tak terkendali, dan karenanya semua harus dievaluasi secara komprehensif dalam pencapaian kedaulatan dan ketahanan pangan dalam negeri.

Editor : Surya