Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lakukan Pelanggaran Pidana

26 Perusahaan Tambang dan Perkebunan Dilaporkan BPK ke Bareskim Mabes Polri
Oleh : si
Selasa | 26-02-2013 | 19:43 WIB
ali-masykur-musa.jpg Honda-Batam

Ali Masykur Musa

JAKARTA, batamtoday - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan 26 perusahaan pertambangan dan perkebunan ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut disampaikan Anggota BPK Ali Masykur Musa itu diterima Kabareskim Komjen Pol Sutarman.


"Dari 26 perusahaan tambang dan perkebunan itu, BPK menemukan adanya indikasi tindak pidana yang merugikan negara hingga mencapai Rp90,6 miliar dan 38 ribu US dollar. Ada perusahaan swasta dan BUMN, komplit," kata Ali Masykur di Jakarta, Selasa (26/2/2013)

Ali mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan audit lingkungan hidup pada 2011 lalu, praktik pertambangan  dan perkebunan di Indonesia saat ini banyak terjadi pelanggaran. Pelanggaran oleh perusahan-perusahaan tambang dan perkebunan itu memiliki indikasi pidana.

Dari 26 perusahaan yang telah dilaporkan ke Bareskim, katanya, BPK menemukan adanya tiga model penyalahgunaan yang diduga pidana. Modus pertama yang dilakukan adalah tidak memegang Izin Usaha Perkebunan dan Izin Usaha Penambangan seperti yang tercantum di Pasal 38 dan pasal 60 Undang-undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

"Dalam pasal tersebut jelas penggunaan kawasan hutan untuk penambangan harus izin Menteri Kehutanan. Ada 22 perusahaan yang terlibat. Ada aspek perusahaan besar dan kecil," kata Ali.

Modus kedua yang dilakukan adalah dengan izin pemanfaatan kayu  (IPK) pemanfaatan kayu dan land clearing kawasan hutan produksi untuk perkebunan sawit, tanpa izin pelepasan kawsan hutan.

"Pemberian IPK tanpa izin pengawasan hutan itu telah melanggar Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan. Dan bahwa IPK ditertibkan telah ada tentang pelepasan kawasan hutan. Jadi tidak ada izin sama sekali. Ini ada 4 perusahaan yang terlibat," paparnya
 
Modus ketiga adalah menerbitkan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB). Ali tidak merinci perusahaan mana yang menggunakan modus ini. Namun dari hasil pemeriksaan sebanyak 119 ribu meter kubik kayu senilai Rp 58,1 miliar telah dikeluarkan secara tidak sah.

"Model lain perkebunan dan pertambangan yang menggunakan pola 'slonong boy', artinya eksplorasi dulu, izin belakangan. Dari perusahaan sengaja mengabaikan proses pengajuan izin sampai izin benar-benar keluar," terang Ali.

Menurut mantan politikus PKB ini, kasus yang dilaporkannya tersebut terjadi di empat wilayah, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua. Ali menyebut satu inisial nama perusahaan BUMN yang dilaporkan.

"PT AT, dari BUMN. Modus yang dilakukan AT adalah melakukan eksplorasi tanpa izin pelepasan kawasan hutan.
 
Sementara dari perusahaan swasta yang dikategorikan slonong boy adalah PT KBI, FPI, CKA di Kota Waringin (Kaltim). Ada GSP, ada ZQ di kalteng.

Atas laporan BPK tersebut, Kabareskrim Komjen Sutarman menyatakan, Mabes Polri siap menindaklanjuti laporan dari BPK tersebut.

"Bareskrim akan menindaklanjuti aspek penegakan hukum mulai penyelidikan hingga penyidikan 26 perusahaan tadi," kata Sutarman.

Kabareskim mengatakan, untuk kasus perkebunan dan pertambangan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap sembilan perkebunan yang diduga melanggar tindak pidana.

"Tiga perusahaan sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Disamping dijerat Undang-undang Perkebunan juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," katanya.

Sutarman menilai penyelidikan terkait dugaan tindak pidana yang melibatkan perusahaan tambang dan perkebunan tidak mudah.

"Karena prosesnya ada penetapan RTRW daerah, ada penetapan kawasan hutan kementerian, keluarnya IUP, izin eksplorasi eksploitasi, sampai penambangan, sampai ekspor itu sangat panjang, kita perlu ketelitian,"  katanya.

Editor : Surya