Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ketua KPK Sebut Mafia Impor Kuasai Komoditas Pangan
Oleh : si
Sabtu | 09-02-2013 | 09:31 WIB
abraham-samad.jpg Honda-Batam

Ketua KPK Abraham Samad

JAKARTA, batamtoday - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyebut adanya mafia impor pangan. KPK berjanji akan mengusut tuntas permainan para mafia tersebut.



"Jadi itu betul bahwa banyak kartel mafia impor, oleh karena itulah KPK berkewajiban untuk memberantas para koruptor-koruptor ini," ujar Abraham di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Jumat (8/2/2013).

Permainan mafia impor pangan, sebut Abraham, berdampak langsung terhadap masyarakat. "Mereka bermain pada impor pangan. Jadi kalau kita biarkan terus maka yang terpukul adalah petani kita, para peternak kita," tuturnya.

Abraham melanjutkan, komisinya tengah memfokuskan pemantauan terhadap permainan mafia impor pangan. "KPK sekarang sedang concern untuk melakukan pemantuan itu tadi permainan kartel-kartel yang tentu berkolaborasi dengan para pengambil keputusan, bahasa hukumnya para penyelenggara negara," terang dia.

Dia menegaskan KPK tidak khawatir meski harus berlawanan dengan para mafia impor pangan. "Ini harus diselesaikan. Nggak boleh takut dong, kalau takut nggak usah masuk KPK," ujar Abraham.

Sedangkan menyangkut dugaan keterlibatan Menteri Pertanian (mentan) Suswono dalam kasus impor daging, Abraham mengatakan, Suswono masih menjadi saksi dalam kasus pengurusan kuota impor daging di Kementerian Pertanian.

"Peran Mentan masih menjadi saksi, mudah-mudahan dipanggil pekan depan," kata Abraham.

Dalam kasus ini KPK mengindikasikan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq yang menjadi tersangka telah menggunakan pengaruhnya (trading in influence) terhadap Kementerian Pertanian untuk menentukan kuota impor sapi mengingat Mentan Suswono adalah salah satu kader PKS.

"Keterangannya pasti dibutuhkan untuk menjelaskan kronologi sebenarnya," ungkap Abraham.

Ia juga menyatakan bahwa tidak ada jaminan orang yang sekarang berstatus saksi, tidak menjadi tersangka. "Semua ada kemungkinan, jadi kalau ada 2 alat bukti semua bisa jadi tersangka," tambah Abraham.

Abraham membantah adanya rekaman resmi mengenai percakapan antara Luthfi Hasan dan Suswono yang membahas mengenai besaran kuota impor sapi.

"Saya ingin jelaskan bahwa tidak pernah ada keterangan resmi menyatakan ada percakapan hasil penyadapan antara Mentan dan LHI karena penyadapan adalah bagian penyidikan yang tidak dapat dibuka dan hanya dimungkinkan bila hakim meminta untuk dibuka," ungkap Abraham.

KPK menurut Abraham berkewajiban untuk membersihkan kartel-kartel perusahaan di bidang pangan karena dampaknya langsung merugikan masyarakat, khususnya para petani.
 
Pada Jumat (8/2), KPK resmi mencegah keluar negeri tiga orang dalam kasus tersebut yaitu Soraya Kusuma Effendi selaku Komisaris PT Indoguna Utama, Maria Elisabeth Liman Direktur Utama PT Indoguna Utama dan Denny P Adiningrat.

Dua direktur PT Indoguna Utama juga menjadi tersangka dalam kasus ini yaitu Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi karena dianggap memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada orang dengan Luthfi yaitu Ahmad Fathanah yang juga telah menjadi tersangka.

Salah satu tersangka juga telah mengaku bahwa uang tersebut diperuntukkan bagi Luthfi.

PT Indoguna diketahui meminta tambahan kuota impor daging sapi 8.000 ton dengan "commitment fee" senilai Rp5.000 per kilogram sehingga total uang yang akan diberikan Rp40 miliar.

Total kuota impor daging sapi pada 2013 adalah 80.000 ton, namun rencananya ada penambahan kuota hingga 15.000 ton dengan penetapan perusahaan yang mendapatkan tambahan kuota pada Januari 2013.

Juard dan Arya diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.

Sedangkan Ahmad dan Lutfi diduga melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.