Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Petani Sawit Kaltim Tolak Pola Satu Manajemen
Oleh : Tunggul Naibaho
Kamis | 17-03-2011 | 11:26 WIB

Paser, batamtoday - Para petani sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, menolak rencana penerapan kebijakan Pola Satu Manajemen (PSM) dalam program peremajaan atau Replanting tanaman kelapa sawit.

Program PSM ini menurut petani akan menyengsarakan petani, berbeda dengan pola PIR (perkebunan inti rakyat)  sebelumnya dimana petani diberikan hak mengelola lahan secara permanen seluas 2 Ha.

Keberatan para petani tersebut terungkap dalam seminar yang bertema 'Peremajaan Kelapa Sawit untuk Kemandirian dan Kesejhateraan Petani Kelapa Sawit" yang diselenggarakan di Gedung Serba Guna Kecamatan Kuaro, Paser, pada Rabu 16 Maret 2011.

Dalam seminar tersebut hadir Dirjen Perkebunan Bidang Tanaman Tahunan Departemen Pertanian, Sri Murdiati, Yusi, Manajer PTPN XIII Paser, Kordinator Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, dan LBH Kaltim, juga dihadiri 133 petani kelapa sawit.

Ketua Panitia, Suprapto HS, yang juga pengurus SPKS Paser mengatakan, seminar ini dilaksanakan untuk mencari titik temu antara pemerintah dan petani sawit dalam konteks pelaksanaan replanting, terkait akan terjadinya perubahan pola manajemen dari model PIR menjadi PMS.

PSM ditentang para petani kelapa sawit di kabupaten paser sebab, menurut para petani, PSM akan
menghilangkan hak pengelolaan kebun plasma (2 Ha) dan seluruh kebun plasma tersebut akan dikelola oleh perusahaan kebun, dalam hal ini PTPN XIII.

Ini berbeda dengan pola PIR sebelumnya, di mana petani diberikan hak pengelolaan kebun sesudah tanaman menghasilkan (pengelolaan kebun: perawatan kebun hingga pemanenan).

Menurut salah seorang petani sawit dari Desa Sawit Jaya, Yurni Sadariah, pelaksanaan replanting dilakukan dengan paksa, di mana petani dipaksa menyerahkan sertifikat kebun oleh KUD. Dalam skema replanting, KUD akan berhubungan dengan perusahaan mitra yakni PTPN.

"Kami para petani mencurigai, PTPN 13 berada di balik pemaksaan tersebut," kata Yurni.

Menurut Yurni Sadariah yang juga petani mitra PTPN 13, dalam proses sosialisasi skema baru tersebut, tidak ada penjelasan mengenai arti atau definisi dari PSM tersebut,  serta tidak menjelaskan satu biaya kredit hingga apa saja peran petani dalam pelaksanaan replanting tersebut.

"KUD Desa Sawit Jaya hanya menjelaskan akan melakukan replanting dengan avalis adalah PTPN 13 dan petani harus menyerahkan sertifikat kebun," terang Yurni. 

Dalam seminar ini juga terungkap beberapa masalah di Desa Sawit Jaya, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser.  Replanting di Desa Sawit jaya seharusnya dilaksanakan pada tahun 2008, karena kebun sawit di desa sawit jaya sudah berusia tuam ditanam tahun 1982 dan saat ini sudah tidak produktif lagi hasil TBS (Tandan Buah Segar). Namun sampai saat ini belum dilakukan replanting karena ada beberapa masalah. Salah satu masalah yang paling krusil adalah soal jual beli kapling sehingga hal itu menyulitkan petani mendapat kredit BANK.

Di Desa Sawit Jaya terdapat 135 Kepala Keluarga yang bermitra dengan PTPN 13 dengan luas kebun milik petani 270 ha. Dari 135 KK itu terdapat 58 KK yang sudah dipindahtangankan atau melakukan jual beli kapling. 58 KK tersebut bukanlah pemilik asli sertifikat sehingga hal itu sulit mendapatkan kredit perbankan.

Di kabupaten paser terdapat BRI dan BPD Kaltim yang menyiapkan pendanaan untuk peremajaan.

Masalah lainya adalah besarnya akad kredit untuk satu kapling yakni mencapai Rp75 juta rupiah di tambah dengan bunga komersial BANK. Dilain pihak, banyak sertifikat kebun masih dianggunkan petani ke BANK karena masih memiliki hutang pribadi. Padahal pihak BANK tidak akan bisa mendukung pendanaan bagi petani jika tidak memperoleh sertifikat.
 
Kemudian, PSM  juga dinilai tidak memberdayakan petani kelapa sawit karena pengelolaan kebun tidak memobilisasi petani dalam mengelola kebun sawit.
 
Dirjen Perkebunan Bidang Tanaman Tahunan Departemen Pertanian, Sri Murdiati, mengatakan bahwa revitalisasi perkebunan akan menyelesaiakan persoalan-persoalan yang ada di dalam perkebunan kelapa sawit selama ini, seperti produktifitas TBS hingga infrastruktur kebun.

"Roh dari revitalisasi perkebunan adalah menvitalkan kembali yang rusak," kata Sri.
Lanjut Dia, revitalisasi perkebunan khususnya pengelolaan kebun plasma akan dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan. Selain itu katanya, dibutuhkan koperasi yang kuat dan sehat.

Syahrul, salah seorang peserta mengatakan, koperasi di kabupaten paser banyak yang tidak sehat. Begitupun halnya perusahaan yang selama ini membangun kebun plasma dengan setengah hati di mana banyak kebun yang dibangun untuk petani tidak memenuhi kualifikasi standar tehnis.

"Banyak koperasi yang tidak sehat, disini, bu," tandasnya.

Pihak PTPN XIII yang diwakili Yusi,  dalam kesempatan itu berjanji akan membuka mekanisme komplain jika perusahaan membangun kebun plasma tidak sesuai kualifikasi. Selain itu juga katanya, kredit yang tinggi bisa dinegosiasikan dengan petani peserta.

Sementara dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Balikpapan, lebih menegaskan kepada petani agar lebih memperhatikan aspek legal dari sebuah kontrak kemitraan. LBH memberi penegasan, agar tidak boleh ada lagi petani dipaksa untuk mengikuti pola kemitraan.

 
Pada bagian lainya, Kordinator Forum Nasional SPKS, Mansuetus Darto, mengatakan kesuksesan revitalisasi perkebunan sangat bergantung kepada pola yang memajukan petani kelapa sawit. Petani sawit saat ini sudah pintar dan kritis dan tentu tidak mau dibohongi lagi seperti dulu. Karena itu, proses transparansi dan akuntabilitas sangat diharapkan dalam proses ini sehingga petani bisa menentukan nasibnya sendiri.

Lebih lanjut dia mengatakan, peremajaan kelapa sawit seharusnya adalah momentum bagi perbaikatan tata niaga dalam perkebunan untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan petani kelapa sawit.

Para petani berharap, agar pola manajemen satu (PSM) atap dicabut karena tidak memberdayakan petani dan berpeluang besar terjadi konflik besar antara petani dan koperasi atau antara petani dan perusahaan. Selain itu juga, petani meminta agar ada kepastian dari pemerintah untuk memastikan tidak ada pemaksaan di tingkat petani untuk terlibat dalam pola satu manajemen dan membebaskan petani sawit untuk menentukan pilihannya.