Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Asa di Balik Derita Wahyudi Si Pengangkut Sampah Itu
Oleh : khn/dd
Selasa | 15-01-2013 | 11:30 WIB
Almarhum-Muhammad-Wahyudi-alias-Rudi.jpg Honda-Batam
Almarhum Muhammad Wahyudi.

KARIMUN, batamtoday - Derita itu tak kunjung usai dari kehidupannya. Bahkan sampai ajal menjemputnya di usia yang ke-32, Muhammad Wahyudi masih mewariskan derita itu pada istri tercinta dan anak semata wayangnya yang masih berusia 10 tahun.


Saat dipanggil Sang Khalik, Wahyudi meninggalkan Lily, istri tercintanya, dalam keadaan sakit. Bahkan anaknya Muhammad Bahari Yunus, yang dilahirkan Lily dengan normal, harus rela pindah sekolah dari kelas 3 SD Negeri 007 Karimun ke Sekolah Luar Biasa (SLB) YPBB, karena persoalan biaya sekolah.

Menuntut ilmu di sekolah yang dihususkan bagi penyandang cacat itu, Bahari Yunus sama sekali tidak memerlukan biaya. Kalau untuk kebutuhannya sehari-hari, dia hanya mengharapkan belas kasih orang lain. Mereka sama sekali tak punya kerabat di Karimun.

Semasa hidupnya, hari-hari almarhum Wahyudi yang sebagai buruh harian lepas (BHL) Dinas Kebersihan Kabupaten Karimun itu dihabiskan bergelut dengan sampah. Jika hanya satu kata untuk menyebut profesi almarhum Wahyudi, adalah "membersihkan".

Begitu mulianya pekerjaan itu, hingga saat warga Karimun lainnya masih lelap dalam mimpi-mimpi indahnya, sekitar pukul 04.00 WIB dini hari, Wahyudi sudah bergumul dengan sampah. Bersama 2 temannya, Wahyudi mengumpulkan sampah domestik warga masyarakat di seputaran Balai dan diangkut menuju TPA Sememal.

Tak tanggung-tanggung, untuk menghidupi keluarganya, almarhum Rudi melakoni pekerjaan itu hampir 14 tahun lamanya. Gaji honor yang hanya sebesar Rp 900 ribu perbulan itulah yang dipergunakan Lily, sang istri, untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Honor yang didapat Wahyudi sebesar Rp 900 ribu, sudah termasuk tunjangan kesejahteraan, uang makan, insentive, perjalanan dinas, bahkan THR.

"Membersihkan", bergumul dengan sampah demi kebersihan Karimun, sungguh pekerjaan mulia yang dilakoni almarhum Wahyudi selama 14 tahun dari 32 tahun waktu yang diberikan Tuhan kepadanya di dunia. Hampir separuh perjalanan hidupnya diabdikan untuk "membersihkan" Karimun.

Selama 14 tahun almarhum Wahyudi bergumul dengan sampah-sampah, dan sampah warga Karimun, bukan pujian yang ia dapat. Bahkan, tak jarang umpatan dan caci-maki tertuju kepadanya. Jika sekali saja sampah yang berada di depan rumah pribadi Bupati Karimun terlambat diangkat, saat itu juga hujan komplain dan umpatan caci-maki itu didapat dari para atasannya.

Kini, Wahyudi si pengangkut sampah telah tiada. Ia telah dipanggil Sang Khalik untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya selama 32 tahun di dunia ini. Termasuk selama 14 tahun yang diabdikannya untuk "membersihkan" Karimun. Semua perbuatannya akan dipertanyakan malaikat kepadanya. Bahkan, siapa saja para pejabat di Karimun yang dengan sengaja mempermainkan hak-nya sebagai BHL selama 14 tahun, juga akan ditanyakan malaikat Tuhan kepada Wahyudi.

Istri tercintanya Lily, yang tetap meringis kesakitan, hanya bisa berdoa semoga amal kebaikan suaminya dan arwahnya mendapat tempat mulia di sisi Allah SWT.

Seteleh Lily terpeleset beberapa waktu lalu, tulang betis yang digantikan dengan sebatang besi akibat kecelakaan kembali membuatnya meringis. Meskipun ia merasakan telah terjadi pergeseran engsel pada tulang besinya itu hingga mengakibatkan rasa perih luar biasa, lagi-lagi ia hanya pasrah karena tak punya uang untuk memeriksakan kakinya itu ke rumah sakit.

Dalam segala keterbatasannya, Lily pun tidak mampu menuntut apa-apa. Dirinya hanya bisa berharap dan berharap, agar Pemerintah Kabupaten Karimun memberi perhatian kepada keluarganya atas jasa almarhum suaminya itu. Yang terpenting baginya, kakinya bisa sembuh dan memiliki sedikit modal untuk usaha agar keluarga yang ditinggal Wahyudi itu tidak bergantung lagi dari belas kasihan, dan anaknya Muhammad Bahari Yunus bisa bersekolah.