Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kemiskinan Masyarakat Pesisir Masih Tinggi
Oleh : si/dd
Selasa | 15-01-2013 | 09:02 WIB

JAKARTA, batamtoday - Destructif Fishing Watch (DFW) Indonesia menilai upaya penanggulangan kemiskinan masyarakat pesisir yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga saat ini belum menunjukan hasil maksimal.


Sampai September 2012 lalu, kata Mohamad Abdi, Government Specialist DFW-Indonesia, jumlah penduduk miskin pesisir masih mencapai 7,87 juta orang atau 27,24 persen dari total penduduk miskin Indonesia yang berjumlah 28,59 juta.

"Peningkatan alokasi anggaran untuk program PNPM-KP pada tahun 2012 menjadi Rp 782,94 miliar dari hanya Rp 404 miliar tahun 2011, ternyata tak maksimal meningkatkan keekonomian masyarakat pesisir," ujar Abdi dalam rilisnya kepada batamtoday, Selasa (15/1/2013).

Komponen alokasi PNPM-KP yang jauh lebih besar ini, lanjutnya, teralokasi untuk kegiatan perikanan sebesar Rp 779 miliar, sedangkan untuk pengembangan garam rakyat dan Desa Pesisir Tangguh masing-masing sebasar Rp 84,74 miliar dan Rp 19,21 miliar. Anggaran ini masih ditambah dengan adanya Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) yang merupakan dukungan sektor lain sebesar Rp 2,7 triliun.

"Namun, anggaran yang demikian besar ternyata belum berdampak secara signifikan pada upaya mengurangi jumlah penduduk miskin di pesisir. Permasalahan kemiskinan di pesisir dan upaya penanganannya oleh pemerintah diperhadapkan oleh kompleksitas masalah yang ada dari hal ideologis, strategis maupun teknis," tuturnya.

DFW Indonesia juga menyayangkan sikap pemerintah hanya melakukan pendekatan secara teknis dan administrativ sehingga effort yang selama ini dikeluarkan tidak sebanding dengan yang didapatkan. Perubahan cuaca dan iklim akhir-akhir ini secara langsung memberi dampak pada aktivitas kehidupan di pesisir, seperti tingginya gelombang laut, angin puting beliung serta cuaca buruk menjadi ancaman baru kemiskinan.

Bahkan banyaknya program pengentasan kemiskinan yang diluncurkan, kata Abdi, malah justru membingungkan masyarakat. "Tumpang tindihnya program, memperlemah posisi dan inisiatif masyarakat karena terlalu dominannya pemerintah serta kegagalan pemerintah dalam merangkul swasta untuk menangani masalah ini," ungkapnya.

Secara teknis, program kemiskinan pesisir sering ditandai dengan masalah proses dan penjadwalan pencairan bantuan yang tepat waktu, birokrasi yang berbelit, kesiapan kelompok penerima serta kapasitas kelompok penerima bantuan. 

DFW Indonesia juga meminta pemerintah agar lebih bekerja keras untuk menangani kemiskinan pesisir dengan pendekatan yang lebih integrativ.

"Kemiskinan pesisir yang multidimensi memerlukan pendekatan yang multidimensi pula, sehingga isu dan permasalahan yang diintervensi benar merupakan akumulasi problem yang ada di pesisir," ujarnya.

Dikatakan Abdi, sudah menjadi rahasia umum, bahwa masalah di pesisir bukan saja tentang ekonomi tetapi ada isu sosial dan lingkungan yang semakin memberi tekanan pada struktur masyarakat. Target dan strategi MDGs (Millennium Development Goals) pesisir dan kepulauan bisa diformulasi dan menjadi solusi strategis untuk menjadi pendekatan baru karena memiliki indikator-indikator sosial, lingkungan dan ekonomi yang lebih valid.

Menurutnya, dengan semakin dekatnya akhir dari RPJM 2010-2014, batas waktu pencapaian MDGs 2015 serta perubahan iklim yang memberi dampak langsung pada pesisir, maka upaya pengurangan kemiskinan pesisir akan makin berat. Kita akan melihat, apakah tahun 2013 ada perubahan proses dan hasil atau pemerintah akan kembali terjebak pada rutinitas birokrasi yang sudah terlanjur mapan.