Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Catchment Area, Daerah dan Pusat Jangan Lempar Tanggung Jawab
Oleh : ah/dd
Sabtu | 29-12-2012 | 17:35 WIB
aida-ismeth-1.jpg Honda-Batam
Aida Ismeth, anggota DPD RI.

TANJUNGUBAN, batamtoday - Berbagai masalah yang timbul di tengah masyarakat, yang sering lamban terselesaikan akibat adanya lempar tanggung jawab antara pemerintah daerah dengan Pusat, menjadi sorotan anggota DPD RI asal Kepri, Aida Ismeth, dalam resesnya di Tanjunguban, Sabtu (29/12/2012).


Istri mantan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah itu mencontohkan, persoalan yang lambat terselesaikan akibat adanya saling lempar tanggung jawab daerah dan pusat tersebut antara lain persoalan lahan.

"Ada tumpang tindih persoalan, seperti catchment area untuk memenuhi kebutuhan air negara tetangga namun kenyataanya tak pernah ada," kata dia.

Kebijakan tersebut, kata Aida, jelas yang dirugikan pihak masyarakat, karena terbentur status maka lahan yang seharusnya bsia dikelola jadi terbengkalai. Hal tersebut, katanya, memang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. 

"Mestinya tak saling lempar tanggung jawab antara daerah dan pusat, namun dicarikan benang merah agar penyelesaiannya bisa segera terealisasi," imbuhnya. 

Hal serupa juga disampaikan Tukiman, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bintan Utara. 

Menurutnya, salah satu contoh dalam penetapan catchment area memang sudah dirasakan oleh masyarakat Bintan, terutama masyarakat Kampung Seijeram yang ditetapkan pemerintah masuk dalam catchment area tahun 1992. Sebaliknya, masyarakat sendiri sudah ada yang mengelola lahan tersebut jauh sebelum penetapannya.

Akibat yang dirasakan langsung oleh masyarakat, adalah saat lahan yang dikelola tersebut hendak dipakai untuk kepentingan umum. Dimana harga ganti rugi tanah sangat tidak setimpal, karena pihak pemerintah berlindung atas nama catchmenet area. 

Dicontohkannya, beberapa waktu lalu, ada pembangunan waduk dan lokasinya di lahan masyarakat. Tetapi karena lahan yang dikelola katanya masuk dalam wilayah catchment area harga ganti rugi hanya dibayar Rp 3000 per meter.

 "Berbagai perjuangan dilakukan warga, namun pemerintah selalu menbentengi diri dengan alasan casment area, sehingga harga tak bisa dinaikkan. Jelas hal tersebut tidak adil," imbuhnya.