Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Ada Ganti Rugi Penggusuran

Warga Kampung Kolam akan Berkemah di Jalan
Oleh : kli/dd
Kamis | 27-12-2012 | 17:24 WIB
Penggusuran.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAM, batamtoday - Warga rumah liar (ruli) Kampung Kolam RT 02/RW 14 Kelurahan Seibinti, Kecamatan Sagulung, akan mendirikan tenda pengungsian di jalan raya. Ke-40 KK warga Kampung Kolam ini digusur oleh Tim Terpadu yang terdiri Satpol PP, Brimob, TNI, dan Polisi setempat, Kamis (27/12/2012), meski belum mendapat ganti rugi sepeser pun dari pihak pengembang.


Jalan raya yang akan dijadikan tempat berdirinya tenda pengungsian oleh aarga adalah Jalan R Suprapto, yang memang berdekatan langsung dengan lokasi penggusuran. Saat ini, rumah warga yang sudah dirobohkan itu terlihat rusak parah dan berantakan. Sementara ganti rugi dan tempat pengungsian warga, juga belum diberikan.

"Kami akan dirikan tenda penginapan. Kalau basah, tempatnya bisa di sekitar rumah yang digusur dan kemungkinan akan didirikan di jalan," kata Darma, Ketua RT 02, mewakili sekitar 40 KK warga yang belum mendapat uang ganti rugi.

Sebelumnya, kata Darma, warga meminta ganti rugi kepada pengembang yang mengklaim sudah memiliki surat pengalokasian lahan (PL). Tapi, sampai saat ini ganti rugi yang diinginkan warga itu tak kunjung terpenuhi. Padahal, permasalahan lahan itu sudah ada sejak tahun 2005 lalu.

Warga yang dimediasi Komnas HAM pada 26 Januari 2012 lalu direkomendasikan mendapat ganti rugi berupa uang maupun kavling. Tapi, rekomendasi Komnas HAM dan permintaan warga tak digubris oleh pihak pengembang dalam hal ini PT Glory Propertindo.

Sementara itu, selain PT Glory Propertindo, ada dua perusahaan lain yang kepelikan atas lahan tersebut dan memiliki PL, yakni PT Inkopau-Pakudara dan PT Rezeki Pendawa Utama. Sehingga, lahan tersebut saat ini diklaim oleh tiga perusahaan.

Meski demikian, warga hanya meminta ganti rugi yang wajar dikisaran Rp 6 juta sampai Rp 8 juta sesuai dengan kondisi bangunan rumah dan isi rumah yang mayoritas pedagang dan usaha bengkel motor. Adapun tawaran dari pihak pengembang kepada warga hanya di kisaran Rp 800 ribu sampai Rp 1,2 juta, sehingga ditolak oleh warga.

"Tawaran mereka itu tak sesuai dengan perundingan. Yah, memang setiap kali perundingan tak pernah ada kesepakatan. Beberapa kali pemerintah terkait kami surati terkait masalah ini BP Batam, DPRD dan Pemko Batam tetap tak ada jawaban. Mungkin mereka sengaja membuat kami terlantar, padahal kami juga warga Batam yang tak jauh beda dengan yang lain," papar Darma di lokasi.

Karena tak ada lagi tempat tinggal warga setelah digusur, upaya tenda pengungsian itupun akan mereka usahakan sendiri. Sebab, setelah penggusuran oleh Tim Terpadu warga ditinggal begitu saja terlantar tanpa ada kejelasan.