Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cegah Praktik Korupsi

KPK dan PPATK Minta Transaksi Tunai Segera Dibatasi
Oleh : si
Senin | 17-12-2012 | 07:43 WIB
Bambang_Widjajanto.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto

JAKARTA, batamtoday - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) segera membatasi transaksi tunai. Pembatasan transaksi tunai diyakini bisa menjadi salah satu strategi pencegahan paling ampuh dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.



"Salah satu modus korupsi yang kian marak di Indonesia saat ini adalah cash and carry. Ini kan sebenarnya untuk menghindari deteksi dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Jika semua transaksi tercatat di bank, maka PPATK akan bisa melacak, untuk apa semua itu digunakan," kata Bambang Widjajanto, Wakil Ketua KPK di Jakarta, Minggu (16/12/2012).

Menurut Bambang, wacana tentang pembatasan transaksi tunai sudah digulirkan KPK sejak periode pimpinan sebelumnya, namun belum mendapat respon positif dari pemerintah maupun BI. Pembatasan transaksi tunai, lanjutnya, bisa efektif untuk menekan terjadinya korupsi.

Bambang mengatakan, KPK telah mengajak pihak terkait untuk bisa menerapkan aturan pembatasan transaksi tunai ini berdiskusi dan merumuskan ketentuannya.

"Kami undang semua pihak terkait untuk mewacanakan ini, mulai dari BI, Menteri Keuangan hingga PPATK. KPK ingin ini bisa dijalankan melalui aturan lembaga dulu, karena belum mungkin kalau digodok melalui Undang-Undang," kata Bambang.

Permintaan serupa juga disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengindikasikan adanya peningkatan transaksi uang tunai mencurigakan. Untuk itu PPATK memberi usulan untuk dikeluarkan aturan pembatasan transaksi tunai.

"Karena, kecenderungan pergeseran modus (transaksi tunai) ini perlu segera ditangkal dan diantisipasi. Perlu dibatasi transaksi-transaksi tidak jelas," kata Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso.

PPATK berpendapat, seharusnya otoritas yang berwenang mampu mengatur transaksi tunai dengan mengambil kebijakan pro-aktif, sehingga mengerti transaksi-transaksi mana yang jelas dan transaksi yang berindikasi mencurigakan.

Pihak yang berwenang yakni Bank Indonesia (BI) selaku pembuat kebijakan soal transaksi. BI bisa membuat kemudian menerbitkan kebijakan tentang Bank melakukan pembatasan transaksi tunai, baik melalui setoran tunai maupun pengambilan uang tunai nasabah.

Selain BI selaku badan otoritas, Menteri Keuangan juga harus mengeluarkan peraturan yang mengatur semua bank persepsi dan bendaharawan untuk melarang melakukan transaksi uang tunai lebih dari Rp 100 juta rupiah.

"Jadi ini seperti ketika kita semua mengalihkan kebiasaan terima amplop gaji secara tunai yang kemudian sekarang dialihkan dalam bentuk transfer langsung ke rekening tabungan kita di bank," katanya.

Diyakini, kebijakan ini tidak akan mengurangi atau membatasi hak warga negara dalam melakukan transaksi bisnis. Sehingga tidak perlu diatur dalam tingkatan UU apalagi diberi ancaman pidana.

"Ini adalah kebutuhan kita bersama untuk membatasi ruang gerak para koruptor sekaligus membangun efisuensi perekonomian," tambah Agus.