Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Akibat Tak Kompenten Duduki Jabatan

Mendagri Sebut 1.000 PNS Terjerat Kasus Hukum
Oleh : si
Selasa | 20-11-2012 | 18:42 WIB
gamawan-fauzi.jpg Honda-Batam

Mendagri Gamawan Fauzi

JAKARTA, batamtoday - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan, sebanyak 1.000 pegawai negeri sipil (PNS) dipastikan terjerat kasus hukum, terutama korupsi. Berdasarkan data terakhir yang berhasil dihimpun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), PNS yang terjerat kasus hukum sudah mencapai 474 orang.


"Sebagian besar kasus korupsi. Tapi saya masih mengupdate ini sampai hari Senin, ada 474 PNS. Saya kira sudah mendekati 1.000 minggu depan. Itu PNS seluruh Indonesia," ungkap Mendagri di Jakarta, Senin (20/11/2012). 

Sedangkan kepala daerah yang ditahan dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, kata Gamawan, mencapai 281 kepala daerah dalam berbagai kasus hukum. "Dan Presiden telah saat ini telah menandatangani 153 ijin pemeriksaan kepala daerah terjerat kasus korupsi," katanya.

Menurut Gamawan, banyaknya PNS dan kepala daerah yang terjera kasus hukum, akibat tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga, maupun pemerintah daerah. Pengawasan selama ini, hanya dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saja, padahal banyak PNS atau pejabat yang menduduki jabatannya tidak memiliki kompentensi.

"Mereka yang terjerat tidak melulu kasus korupsi, tetapi juga ada mengenai masalah disposisi akibat pejabat yang didudukan dalam jabatan tertentu tidak memiliki kompetensi menduduki jabatan tersebut," katanya.

Gamawan mengatakan untuk menegaskan sanksi yang menimbulkan efek jera, maka harus ada pembenahan dalam UU atau Peraturan Pemerintah yang mengatur soal PNS. Menurutnya, dengan banyaknya UU dan PP yang mengatur PNS tersebut, akhirnya menimbulkan semakin banyak penafsiran yang berbeda-beda.

"UU-nya kan sudah ada, dan itu relatif (tafsirnya-red), ada yang dapat (diberhentikan-red). Pengertian 'dapat' itu kan relatif ya, bisa iya dan bisa tidak. Karena itu harus ada pembenahan perundang-undangan. Supaya dengan kasus-kasus yang banyak ini tidak ada penafsiran yang beragam lagi," paparnya.

Gamawan mencontohkan penafsiran yang beragam itu di antaranya ada yang mengatur soal naik jabatan, harus dicopot atau diberhentikan. Untuk menegaskannya, maka diterbitkan surat edaran untuk kepala-kepala daerah yang bertujuan mengingatkan aturan-aturan yang dirujuk jika ada pejabat daerah yang tersangkut masalah hukum.

Surat edaran itu adalah: Terhadap PNS atau pejabat daerah yang melakukan tindak pidana kejahatan, atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan, serta tindak pidana dan lain-lainnya agar pejabat berwenang daerah mempedomani: UU No 8 tahun 74 dan UU No 43 tahun 99, PP No 4 tahun 66, PP No 32 tahun 79, PP No 100 tahun 2000 dan PP No 53 tahun 2010.

"Nah UU itu rujukannya, di situ sudah diatur semua. Surat edaran ini mengingatkan dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pekerjaan kepala daerah, sesuai dengan tugas Kemendagri dalam Pasal 202 UU No 32 tahun 2004. Ini landasan. Tapi untuk menghukum, pasal tadi yang dipakai. Karena surat edaran bukan landasan hukuman. Surat edaran itu pemberitahuan yang mengingatkan," katanya.