Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

TAP MPR soal Pencabutan Kekuasaan Presiden Sukarno Sudah Tidak Berlaku Lagi
Oleh : si
Senin | 12-11-2012 | 20:27 WIB

JAKARTA, batamtoday - MPR menilai upaya pencabutan Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967 dalam rangka merehabilitasi nama tokoh Proklamator Soekarno (Bung Karno) paska dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak diperlukan. 


Sebab, Tap MPR yang mengatur tentang  pencabutan kekuasaan Bung Karno sebagai presiden dan larangan baginya melakukan kegiatan politik, itu sudah dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Tap MPR No.11/MPR/2003, yang berisi mengenai materi dan status hukum 139 Ketetapan MPR/MPR, termasuk ketetapan MPR yang mengatur soal pencabutan kekuasan Presiden Soekarno.

“Jadi, perdebatan tentang status TAP MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno itu tidak perlu dicabut, karena memang tidak berlaku. Itu sudah jelas sekali, sehingga MPR tak perlu membuat TAP MPR RI untuk mencabut TAP MPRS yang memang tak berlaku itu,” tandas Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y. Thohari yang didampingi Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli, A. Farhan Hamid, dan anggota DPD RI Wahidin Ismail pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (12/11/2012).

Menurut politisi Golkar itu TAP MPRS itu ditetapkan dengan TAP MPR No.1/MPR/2003 adalah mengenai materi dan status hukum 139 ketetapan MPR/MPRS. Ke-139 Tap MPR/MPRS tersebut dikategorikan menjadi 6 kelompok: (1) ada 8 Tap yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi; (2) ada 3 Tap yang tetap berlaku sampai dengan ketentuan; (3) ada 8 Tap yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004; (4) ada 11 Tap yang tetap berlaku sampai terbentuknya UU; (5) ada 5 Tap yang masih berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata tertib MPR baru hasil pemilu 2004; dan (6) ada 104 Tap yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmaling (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

Oleh sebab itu lanjut Hajrijanto, Tap No.1/MPR/2003 tersebut bersifat “sunset slause” atau ketetapan yang keberlakuannya mengikuti perkembangan waktu. Maka, seiring dengan perkembangan waktu otomatis terjadi perubahan katagori status hukum dari ketetapan-ketetapan MPR/MPRS yang semuanya berjumlah 139 tersebut.

"Sekarang di tahun 2012 ini, tentu cara membaca ketetapan-ketetapan MPR itu harus berbeda dengan cara membacanya di tahun 2003,” ujarnya.

Mengapa? Kata Hajrijanto, sebab, sudah terjadi perubahan waktu dan konteksnya. Dan dalam konteks ini, maka tidak salah jika kita mengatakan bahwa ketetapan-ketetapan MPR yang masih berlaku sampai kapanpun (jumlahnya ada 3). Kedua, ketetapan-ketetapan MPR/MPRS yang berlaku sampai terbentuknya UU yang mengatur materi ketetapan MPR/MPRS tersebut (ada 11 Tap), dan ketiga, ketetapan-ketetapan MPR/MPRS yang sudah tidak berlaku lagi.

“Jadi, Tap MPRS No.XXXIII termasuk kategori ketiga dan tidak berlaku lagi, dan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut karena bersifat einmalig (final), itu telah dicabut atau telah selesai dilaksanakan. Tapi,  kalau masih tetap terjadi kontroversi di tengah masyarakat, ya tidak masalah,” tambah Hajrijanto.

Melani Leimena menegaskan sesungguhnya Presiden SBY sebelum pemberian gelar pahlawan pada Bung Karno tersebut sepakat akan melakukan konferensi pers dengan Ketua MPR RI Taufik Kiemas, tapi hal itu batal dilakukan karena Pak Taufik sakit. “Presiden SBY siap dampingi Pak TK untuk konpres, tapi karena sakit, maka batal,” tutur Melani.

Boediono

Sementara itu secara terpisah Wakil Presiden Boediono dalam membuka acara cerdas-cermat pelajar tentang 4 pilar bangsa di Gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta, menyatakan dirinya meminta masyarakat agar mengawal dengan baik empat pilar kebangsaan.

“Empat pilar kebangsaan tidak hanya diucapkan di mulut, tapi harus dijalankan. Sebab, smangat yang terkandung di dalam empat pilar itu harus dijaga. Harus kita kawal di hati kita masing-masing," ujar Boediono.

Keempat pilar kebangsaan yang dimaksud adalah Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Semangat empat pilar adalah landasan eksistensi dari negara kita. Jadi kalau kita tidak memeliharanya dengan baik, mengawal, mengamankan dengan baik, tentu masalah eksistensi berbangsa kita dipertanyakan," tegas Wapres.

Dikatakan, generasi-generasi ke depan akan melanjutkan pelaksanaan empat pilar kebangsaan dan akan menjaganya dengan baik. Mengingat dalil, landasan sejarah kemajuan bangsa adalah kemajuan generasi mudanya.

"Saya mengharapkan anak-anakku nanti akan menjadi generasi penerus yang jauh lebih baik dari pada kami-kami ini," katanya.