Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Endgame Goes to Campus di Universitas Mulawarman Bahas Harmoni Pendidikan Lokal dan Global
Oleh : Redaksi
Selasa | 18-02-2025 | 15:44 WIB
Lyceum-Endgame.jpg Honda-Batam
Endgame Goes to Campus menghadirkan Lyceum Endgame di Universitas Mulawarman, sebagai bagian dari rangkaian Policy Forum on Education 2024, pada Sabtu (15/2/2025). (Ist)

BATAMTODAY.COM, Samarinda - Dengan semangat antusiasme yang tinggi, Endgame Goes to Campus menghadirkan Lyceum Endgame di Universitas Mulawarman, sebagai bagian dari rangkaian Policy Forum on Education 2024, pada Sabtu (15/2/2025).

Mengusung tema 'Batang Harmoni Ilmu', acara ini membahas pentingnya keterhubungan antara kearifan lokal dan tantangan global dalam sistem pendidikan.

Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Endgame, Pemimpin.id, Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (yang terdiri dari 18 lembaga termasuk Tanoto Foundation), dan Universitas Mulawarman. Lebih dari 200 peserta, termasuk mahasiswa dari berbagai daerah di Kalimantan Timur, mengikuti diskusi penuh inspirasi ini.

Salah satu momen penting dalam acara ini adalah paparan dari Arrida Hamzah, pemenang lomba karya tulis Policy Forum on Education 2024 asal Sulawesi. Ia memaparkan gagasan tentang pentingnya pendidikan berbasis lokal yang tetap memiliki relevansi global.

Arrida mengusulkan konsep pelatihan guru sebagai pamong, di mana guru tidak hanya mengajar di dalam kelas tetapi juga berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Menurutnya, pendidikan yang efektif harus mampu menyeimbangkan konteks lokal dengan kompetensi global, sehingga lebih berdampak langsung bagi komunitas.

Dalam sesi diskusi yang dipandu oleh Gita Wirjawan, Visiting Scholar di Stanford University sekaligus host Endgame Podcast, perbincangan mengupas berbagai tantangan sistem pendidikan Indonesia.

Nisa Felicia menggunakan analogi pohon untuk menggambarkan bagaimana sistem pendidikan memerlukan perhatian khusus di setiap aspeknya --dari akar hingga daun. Ia mengkritik kebijakan standarisasi yang cenderung mengabaikan keberagaman kebutuhan di berbagai daerah.

Sementara itu, Gita menyoroti pentingnya meningkatkan kesejahteraan guru sebagai fondasi utama sistem pendidikan. Ia membandingkan status sosial profesi guru di Indonesia dengan negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura, di mana guru memiliki posisi yang sangat dihormati dan didukung kebijakan yang memadai.

Hetifah Sjaifudian, salah satu pembicara utama, menegaskan bahwa kebijakan pendidikan saat ini belum sepenuhnya inklusif. Ia mengkritik sistem yang terlalu menitikberatkan persaingan menuju sekolah-sekolah favorit dan kurang adaptif terhadap kebutuhan lokal. Menurutnya, kebijakan seperti Undang-Undang Guru dan Dosen masih belum cukup untuk menjamin kesejahteraan tenaga pendidik, terutama di daerah terpencil.

Diskusi juga menyoroti dampak neoliberalisme terhadap ketimpangan pendidikan. Arrida Hamzah memaparkan bagaimana kebijakan ekonomi neoliberal menyebabkan pertumbuhan yang terpusat di kota besar, sementara wilayah pinggiran seringkali diabaikan. Ketimpangan ini berimbas pada kurikulum pendidikan yang kurang relevan dengan kebutuhan lokal, terutama di daerah terpencil.

Acara ditutup dengan refleksi mendalam tentang masa depan kebijakan pendidikan di Indonesia. Para pembicara sepakat bahwa reformasi pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas guru dan penyesuaian kurikulum agar lebih relevan dengan kebutuhan lokal maupun global.

Hetifah menekankan bahwa kurikulum yang baik hanya akan efektif jika didukung oleh pemahaman yang mendalam dari para guru sebagai pelaksana utama di lapangan.

Rangkaian Policy Forum on Education 2024 akan berlanjut di Universitas Riau pada 11 Januari 2025 bersama Bagus Muljadi dalam sesi Chronicles. Forum ini terus mendorong dialog berbasis kearifan lokal sebagai upaya membangun kebijakan pendidikan yang inklusif, berkelanjutan, dan relevan di seluruh Indonesia.

Editor: Gokli