Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Biaya Mengikuti RSPO di Singapura Beratkan Petani Indonesia
Oleh : rls/dd
Rabu | 31-10-2012 | 22:52 WIB
Koordinator-SPKS-1.jpg Honda-Batam
Mansuetus Darto (foto:ist)

KOORDINATOR Serikat Petani Kelapa Sawit, Mansuetus Darto, menilai RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) telah membajak para petani kelapa sawit dengan membebankan 650 Euro untuk mengikuti pertemuan RSPO ke-10 di kawasan Sentosa, Singapura.


Menurutnya, RSPO yang merupakan acara tahunan, biasanya dilaksanakan menjelang akhir tahun, dan merupakan forum yang secara khusus membicarakan isu keberlanjutan kelapa sawit termasuk petani sawit, seyogianya akan dihadiri seluruh pelaku bisnis kelapa sawit di dunia. Namun sayangnya, partisipasi petani diblok dengan cara dibebani biaya tinggi.

"RSPO yang membicarakan isu-isu keberlanjutan petani kelapa sawit seharusnya melibatkan petani lebih dominan dan tidak dibebani biaya registrasi," sebutnya dalam rilis kepada batamtoday, Rabu (31/10/2012).

Ditambahkan, sebanyak 18 orang petani kelapa sawit dari Kalimantan dan Sumatera yang tergabung dalam SPKS yang datang ke Singapura terpaksa tidak dapat mengikuti Pertemuan ini. "Saya sangat resah dengan situasi ini, karena bisa jadi hasil pertemuannya sangat memberatkan petani sawit," tegas Darto.

Dia juga mengatakan, SPKS telah mengirimkan surat permohonan agar petani kelapa sawit dapat mengikuti pertemuan RSPO-10 dengan tanpa dibebani biaya. Namun RSPO tidak dapat merespon.

"Begitu banyak perusahaan kelapa sawit di Indonesia yang terlibat dalam RSPO. Namun perusahaan yang terlibat dalam keanggotaan RSPO tersebut masih memiliki masalah dengan petani sawit," ungkapnya lagi.

Darto mencontohkan, PT United Plantation yang beroperasi di Kota Waringin Barat, Kecamatan Arut Selatan. Perusahaan ini, katanya, telah mencaplok tanak milik masyarakat di Desa Runtu. Namun masyarakat dari Desa Runtu, Ali Badri, yang juga turut bersama group SPKS yang lainnya tidak dapat mengikuti pertemuan ini.

"Ali Badri juga menilai pertemuan tersebut seolah-olah melarang dirinya mengadukan masalah yang dihadapi, dan menjadikan RSPO seperti mencari keuntungan," imbuhnya.

Hal yang sama juga dialami oleh masyarakat yang masih bekonflik dengan PT Tribakti Sari Mas yang beroperasi di Kuantan Sengingi. Yang menjadi perwakilan masyarakat adalah Yuslim dan Yardi, juga tidak dapat menyampaikan aspirasinya.

"Dengan situasi ini, kami petani menganggap RSPO-10 tidak akuntabel, karena petani sawit dan masyarakat adat tidak dapat mengikuti pertemuan ini. Seharusnya, ada perlakuan khusus terhadap petani dengan tidak dibebani biaya," ujarnya.