Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Tegaskan Prinsip Keadilan dan Kerja Sama Global dalam Perubahan Iklim
Oleh : Redaksi
Sabtu | 07-12-2024 | 13:04 WIB
Wamen-Arif.jpg Honda-Batam
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno. (Kemlu)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia menyerukan pentingnya prinsip keadilan, tanggung jawab bersama namun berbeda (common but differentiated responsibilities and respective capabilities atau CBDR-RC), serta kerja sama internasional dalam memenuhi kewajiban negara terkait perubahan iklim.

Pernyataan ini disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, dalam sidang public hearings Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag pada Kamis (5/12/2024).

Dalam sidang tersebut, Indonesia menggarisbawahi bahwa kewajiban negara-negara dalam isu perubahan iklim telah diatur melalui instrumen internasional seperti United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dan Paris Agreement.

"Pelaksanaan kewajiban internasional ini membutuhkan kolaborasi erat antarnegara dan organisasi internasional yang relevan, dengan mengedepankan prinsip keadilan dan CBDR-RC sesuai situasi masing-masing negara," ujar Havas, dalam pernyataan lisan di ICJ, demikian dikutip laman Kemlu.

Indonesia juga menyoroti kerentanan khusus yang dihadapi negara-negara kepulauan akibat kenaikan permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim, yang memerlukan perhatian lebih dalam implementasi kewajiban global.

Selain itu, Indonesia menekankan kaitan erat antara hak asasi manusia dan hak atas lingkungan hidup yang sehat. Meskipun kewajiban internasional untuk melindungi sistem iklim dari emisi gas rumah kaca antropogenik belum diatur secara khusus, Indonesia telah memiliki dasar hukum nasional yang kuat.

"Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 65 UU No. 32 Tahun 2009 memberikan setiap individu hak untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Perlindungan ini dilaksanakan berdasarkan prinsip tanggung jawab negara," jelas Havas.

Proses Advisory Opinion ICJ ini merupakan langkah historis dalam menangani krisis iklim. Sebanyak 98 negara dan 12 organisasi internasional berpartisipasi, menunjukkan besarnya perhatian dunia terhadap urgensi isu ini.

Keputusan ICJ nantinya diharapkan menjadi panduan penting bagi negara-negara dalam memahami hukum internasional terkait perubahan iklim serta memberikan dasar untuk pertimbangan kebijakan global di masa depan.

"Penjelasan ICJ berdasarkan kerangka hukum internasional akan memperkuat pemahaman dan implementasi mitigasi serta adaptasi perubahan iklim secara global," tegas Havas.

Selain Indonesia, sejumlah negara seperti Kepulauan Cook, Kepulauan Marshal, Kepulauan Solomon, India, dan Iran juga menyampaikan pandangan mereka dalam sidang yang berlangsung dari 2 hingga 14 Desember 2024.

Tahapan ini menjadi landasan penting bagi langkah kolektif dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim melalui pendekatan hukum yang adil, kerja sama internasional, dan solusi berkelanjutan demi melindungi planet untuk generasi mendatang.

Editor: Gokli