Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Larang Impor Garam Mulai 2025, Tahun Depan Optimistis Swasembada Garam Konsumsi
Oleh : Redaksi
Kamis | 28-11-2024 | 14:44 WIB
garam_petani.jpg Honda-Batam
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta- Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor garam konsumsi akan dilarang pada 2025. Dengan begitu, RI dipastikan swasembada garam konsumsi mulai tahun depan.

Ketentuan itu katanya akan diatur dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.

"Tahun depan kita tak boleh impor garam untuk konsumsi lagi. Itu diatur oleh Perpres 126. Jadi ini tanggung jawab yang besar," katanya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis (28/11/2024).

Tak hanya garam konsumsi, pemerintah juga akan melarang impor garam industri mulai 2027. Ia pun mengingatkan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono untuk memastikan RI tidak lagi mengimpor garam.

"Dua tahun lagi dibebankan kepada Menteri KKP untuk garam industri, harus bisa produksi sendiri. Ini luar biasa beratnya," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri KKP mengatakan untuk mencapai swasembada garam, pemerintah akan membangun model produksi di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pemerintah katanya sudah mengidentifikasi daerah penghasil garam terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia mengatakan untuk garam industri harus memiliki natrium klorida atau NaCl minimal 97 persen. Sedangkan garam yang diproduksi di NTT katanya memiliki NACL lebih dari 97 persen.

"Yang paling penting bagi kami di KKP adalah soal hulu, jadi kalau hulunya melimpah saya punya keyakinan industri bisa dibereskan karena itu masuk ke hilir," imbuhnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat RI mengimpor 2,8 juta ton garam pada 2023. Jumlah tersebut naik dari 2,75 juta ton pada tahun sebelumnya.

Pada 2023, garam impor mayoritas berasal dari Australia sebanyak 2,15 juta ton. Kemudian disusul China (1.506 ton), Thailand (1.028 ton), India (641 ribu ton), Selandia Baru (5.138 ton), China (1.506 ton), Denmark (484 ton), dan Jerman (304 ton).

Editor: Surya