Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kerja 18 Jam, Sopir Bus di Lagoi Tak Dilindungi Asuransi
Oleh : hrj/dd
Selasa | 02-10-2012 | 15:43 WIB
bis_sekolah_bintan.jpg Honda-Batam
Bis-bis yang beroperasi di kawasan wisata Lagoi. Sopirnya bekerja 18 jam dan tidak dilindungi asuransi. (Foto: Istimewa/Tanjungpinang Pos).

TANJUNGUBAN, batamtoday - Sejumlah sopir bus sekolah dan antar jemput karyawan di kawasan Pariwisata Lagoi, mengeluhkan tidak adanya asuransi dari pengusaha pemilik bus tersebut selama mereka bekerja menjadi sopir. Padahal mereka harus bekerja selama 18 jam setiap harinya.


Seorang sopir bus, sebut saja Amat, menuturkan setiap hari dirinya harus melakukan antar jemput para karyawan di kawasan wisata internasional itu. Aktivitas kerjanya dimulai pada pukul 04.00 WIB hingga 20.00 WIB.

"Itulah aktivitas yang saya lakukan bersama puluhan sopir bus lainnya setiap hari," kata Amat dengan mata menerawang, Selasa (2/10/2012).

Amat menjelaskan perusahaan tempatnya bekerja tidak memperbolehkan karyawan terlambat datang. Jika terlambat ataupun hingga tidak melakukan aktivitas penjemputan sekali saja, dia harus siap menerima konsekuensi pemotongan gaji hingga Rp 500 ribu.

Selama dua tahun bekerja di perusahaan bus yang melayani para karyawan Ria Binta itu, Amat hanya menerima gaji Rp 1,4 juta tanpa dilengkapi asuransi yang memadai bagi seorang tenaga kerja berkemampuan seperti dirinya. 

"Kalau saya sakit ya ditanggung sendiri. Pemilik bus tak mau tahu," kata dia.

Dia juga menjelaskan, beberapa rekannya yang lain malah menerima gaji di bawah nominal yang diterimanya. Dia mencontohkan, untuk sopir bus sekolah hanya menerima gaji Rp 1 juta saja. Sementara untuk para sopir yang melayani angkutan karyawan Nirwana Resort, hanya bergaji Rp 1,2 juta saja. Semua tanpa dilindungi asuransi dan selalu terlambat pembayarannya.

"Gaji sopir bus sekolah malah di bawah upah minimum Bintan yang sebesar Rp1,225 juta per bulan," ujarnya.

Nihilnya asuransi dan terlambatnya gaji para sopir bus itu diakui oleh Samsuddin, pengelola kendaraan di Tanjunguban. Menurutnya, langkah 'penggantungan' gaji itu dilakukan untuk mengantisipasi apabila sopir tiba-tiba berhenti.

"Kalau gaji memang sering kami 'gantung' satu minggu, untuk mengantisipasi agar sopir tidak gampang kabur. Karena sudah banyak contoh, setelah gajian tanpa pemberitahuan sopir berhenti, sehingga pelanggan terbengkalai," dalihnya.

Sementara mengenai tidak adanya asuransi bagi sopir disebutnya hal itu tidak pernah dibahas dalam perjanjian kerja antara perusahaan dengan pengemudi. Selain itu, gonta gantinya para sopir ini juga dijadikan dalih perusahaannya untuk tidak memberikan asuransi.

Ironis memang, kondisi seperti ini terjadi di sebuah kawasan wisata bertaraf internasional yang disebut-sebut menyumbangkan pendapatan daerah terbesar bagi Kabupaten Bintan.