Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Agar tak Partisan dalam Membuat UU, DPD RI Tawarkan Anggota DPR juga Diisi dari Unsur Perseorangan
Oleh : Irawan
Kamis | 28-09-2023 | 21:12 WIB
lanyala_5_proposal_b.jpg Honda-Batam
Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti dalam cara Press Gathering DPD RI dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Hotel Luxton, Cirebon, Jawa Barat, pada Kamis (21/9/2023) malam (Foto: DPD RI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dibawa kepemimpinan AA LaNyalla Mahmud Mattaliti patut mendapatkan apresiasi dari semua komponen bangsa. Bagaimana tidak, meski secara kelembagaan, kewenangan DPD RI masih sangat lemah, namun mampu menawarkan 5 Proposal Kenegaraan sebagai penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.

Dalam proposal kedua, misalnya, DPD RI menawarkan agar membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Sehingga anggota DPR tidak hanya di-isi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja

Sebab, hal ini sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja.

Tetapi secara utuh dibahas juga oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi. Artinya, urgensi keberadaan Anggota DPR dari unsur perseorangan ini patut dipertimbangkan.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattaliti berpandangan, bahwa anggota DPD RI yang juga dipilih melalui Pemilu Legislatif, berada di dalam satu kamar di DPR RI, menjadi bagian dari pembentuk Undang-Undang, dan bukan hanya sekedar memberikan pertimbangan saja kepada DPR RI.

Dalam acara Press Gathering DPD RI dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Hotel Luxton, Cirebon, Jawa Barat, pada Kamis (21/9/2023) malam lalu, LaNyalla membedah 5 Proposal Kenegaraan DPD RI itu secara gamblang.

Lima Proposal Kenegaraan tersebut mempunyai kepentingan lebih luas, bukan hanya sekedar memperkuat lembaga DPD RI.

Namun juga memperkuat bangsa dan negara Indonesia, dalam menghadapi tantangan yang lebih kompleks akibat ancaman dan perubahan situasi global yang tidak menentu.

"DPD RI sudah pernah berupaya memperkuat peran dan fungsi Lembaga DPD RI dengan melakukan uji materi ke MK. Saat itu putusan MK memberi kewenangan kepada DPD RI untuk membahas sampai tuntas Rancangan Undang-Undang terkait daerah. Namun, putusan MK tersebut sampai detik ini tidak pernah diakomodasi di dalam UU MD3 dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karena di UUD masih ada Pasal 20 ayat (1)," ujar LaNyalla.

Pengusulan lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini, merupakan upaya ketiga, setelah dua upaya sebelumnya melalui Amendemen V selalu gagal. Tetapi, upaya ini beda dengan dua upaya sebelumnya. Karena bukan untuk kepentingan DPD RI saja, tetapi lebih luas dari itu.

"Yaitu untuk kepentingan agar bangsa dan negara ini dapat mempercepat mewujudkan cita-cita dan tujuan lahirnya negara ini. Dan gagasan ini ditawarkan untuk menjadi kesadaran kolektif dan konsensus nasional bangsa dan negara," ujar LaNyalla.

Ketua DPD RI ini mengungkapkan, lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini muncul dari hasil temuan dan aspirasi dari 34 Provinsi dan di seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia.

Dimana persoalan yang dihadapi antara lain ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.

Atas kesadaran tersebut, lanjut LaNyalla, DPD RI membahas hasil temuan dan aspirasi yang diterima dan pada akhirnya bersepakat untuk menawarkan gagasan perbaikan Indonesia, demi Indonesia yang lebih kuat, lebih bermartabat, lebih berdaulat dengan cara kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.

"Makanya kita harus kembali kepada Pancasila. Karena bangsa ini nyatanya masih bersepakat bahwa Pancasila adalah Falsafah Dasar bangsa dan negara ini. Wujud dari kembali kepada Pancasila itu tentu dengan mengembalikan Konstitusi Negara ini kepada rumusan para pendiri bangsa," imbuh dia.

Dilanjutkan oleh LaNyalla, DPD RI juga menyadari ada kelemahan di dalam sistem tersebut. Sebab dilahirkan dalam suasana yang mendesak dan revolusioner pada saat itu.

Makanya DPD RI menawarkan penyempurnaan dan penguatan sistem tersebut, bukan penggantian sistem bernegara, seperti yang terjadi di dalam Amandemen tahun 1999 hingga 2002.

"Sehingga, Proposal Kenegaraan DPD RI berbunyi; 'Penyempurnaan dan Penguatan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa'. Supaya kita tidak membuka ruang untuk penyimpangan praktek dari nilai-nilai tersebut, seperti pernah terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru," tegasnya.

Proposal Kedua

Khusus Proposal kedua, dimana Kamar DPR RI, sebagai pembentuk Undang-Undang agar dibuka peluang bagi peserta pemilu dari Unsur Perseorangan, menurut LaNyalla, sebenarnya bukan gagasan baru.

Dunia Internasional juga sudah melakukan hal itu. Termasuk 12 Negara di Eropa dan yang terbaru adalah Afrika Selatan, yang membuka pintu kamar DPR tidak hanya dari unsur peserta pemilu dari anggota Partai Politik saja. Tetapi juga perseorangan berbasis wilayah atau provinsi.

"Hal itu sangat penting agar Undang-Undang yang dihasilkan, yang mengikat secara hukum kepada seluruh warga negara tidak hanya dibuat oleh keterwakilan partai politik saja. Tetapi juga oleh keterwakilan masyarakat non-partisan atau people representative," tukas dia.

Menurut LaNyalla, faktanya di Indonesia, anggota DPR dari partai politik dalam mengambil keputusan masih sangat didominasi arahan Ketua Umum Partai.

Sehingga sangat tidak adil, bila 275 juta penduduk Indonesia menyerahkan kepatuhan hukum atas Undang-Undang yang dibentuk atas arahan Ketua Umum Partai yang mempunyai anggota di DPR.

"Itulah mengapa, anggota DPD RI, yang juga peserta pemilu dari unsur perseorangan yang berbasis Provinsi secara merata, harus berada di dalam Kamar DPR RI, sebagai bagian dari mekanisme check and balances yang utuh. Sekaligus sebagai bagian dari suara provinsi dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Rote," paparnya.

Hal senaga disampaikan Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menyinggung peran DPD RI di legislatif, seharusnya sama dengan DPR RI sebagai pembentuk UU.

Sehingga jika UU itu misalnya tidak sesuai dengan kepentingan daerah, maka kata Mahyudin, DPD RI bisa melakukan legislasi review, menolak UU tersebut.

"Sedangkan untuk proposal DPR RI perorangan bukan berarti membubarkan DPD RI, tapi setiap orang yang dinilai mampu, berkualitas, integritas, memiliki ide, gagasan, nasionalisme dan berkomitmen untuk perbaikan bangsa ini, yang tidak bisa nyaleg dari parpol bisa maju melalui peserta pemilu perorangan. Termasuk para wartawan bisa juga," kata mantan Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi menegaskan, bahwa demokrasi sekarang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, karena lebih mengedepankan nilai-nilai liberalis, individualis dan watak ekonomi yang kapitalis, serta mengorbankan kepentingan rakyat. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan watak dasar dan DNA asli penduduk kepulauan Nusantara ini, yang disatukan menjadi NKRI.

"Karena itu proposal kenegaraan DPD RI adalah kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, untuk kemudian disempurnakan dan diperkuat. Salah satu penyempurnaan dan penguatannya adalah kamar DPR RI itu bukan hanya diisi anggota parpol, tetapi juga peserta pemilu perseorangan. Sehingga UU yang dihasilkan utuh dibahas oleh wakil non-partisan juga," kata Fachrul Razi.

Bustami Zainuddin, Senator asal Lampung berharap agar media mendukung Proposal Kenegaraan yang diusung oleh DPD RI. Sebab, hal ini sangat penting, karena Amedemen UUD 1945 sebanyak empat kali yang dimotori oleh Amien Rais sebagai Ketua MPR RI saat itu, terbukti telah meninggalkan Pancasila.

"Akibatnya merusak semua sendi-sendi negara kita. Oleh karena itu, saya akan mengawal ini bersama ketua DPD RI, dan tentunya peran media sangat penting untuk ikut menjaga ini semua untuk masa depan bangsa. Jangan sampai anak cucu kita menjadi korban. Oleh karena itu segera kita sukseskan 5 proposal kenegaraan DPD RI," tegas Bustami.

Editor: Surya