Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penyaluran Dana KUR di Kepri Dinilai Belum Maksimal
Oleh : ypn
Kamis | 06-09-2012 | 19:27 WIB
ahars_sulaiman.jpg Honda-Batam
Ahars Sulaiman, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri.

BATAM, batamtoday - Dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dimiliki perbankan di Provinsi Kepri dinilai belum terserap maksimal ke para pelaku usaha akibat terkendala agunan dan ketiadaan lembaga penjamin kredit (LPK).


Ahars Sulaiman, Anggota Komisi II DPRD Provisi Kepri mengungkapkan, ketersediaan plafon dana KUR oleh perbankan di Provinsi Kepri masih sangat besar.

"Masih ada stand by loan untuk kredit KUR di Kepri sebesar Rp5 triliun sampai dengan Agustus 2012," ujarnya usai pertemuan antara Komisi II DPRD Provinsi Kepri dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) Batam dan para pimpinan bank umum penyalur KUR yang beroperasi di Kepri, Kamis (6/9/2012).

Dia menjelaskan, dalam pertemuan dengan pihak-pihak tersebut, Komisi II antara lain menerima informasi bahwa total dana KUR yang sudah tersalurkan di Provinsi Kepri hingga saat ini sebesar Rp255,78 miliar kepada 9.589 kreditur.

Dengan perincian, Bank BRI sebesar RpRp53 miliar kepada 5.859 kreditur, Bank Mandiri Rp94 miliar kepada 1.052 kreditur, Bank BNI Rp47 miliar kepada 234 kreditur, Bank Bukopin Rp7,8 miliar kepada 45 kreditur, Bank BTN Rp48,98 miliar kepada 379 kreditur dan Bank Riau-Kepri Rp5 miliar kepada 20 kreditur.

Jumlah penyaluran kredit itu menurutnya belum maksimal bila dibandingkan dengan dana KUR yang masih tersedia di keenam bank umum tersebut yang ternyata jumlahnya masih mencapai Rp5 trilun sampai dengan Agustus 2012.

Selain dibandingkan dengan besarnya ketersediaan dana KUR tersebut, penilaian itu juga berdasarkan keyakinannya bahwa masih banyak pelaku usaha mikro kecil dan ritel di provinsi ini yang sangat berpotensi menerima fasilitas KUR.

Dalam pertemuan itu, lanjutnya, terungkap bahwa hambatan utama penyaluran KUR di Kepri adalah masalah agunan, khususnya di Kota Batam.

Calon kreditur di Batam banyak yang mengalami kesulitan menjadikan sertifikat tanah atau bangunan menjadi agunan kredit karena berbelitnya pengurusan perpanjangan masa berlaku dan memakan biaya besar.

Selain itu, lanjut Ahars, kendala lainnya adalah ketiadaan lembaga penjamin kredit yang beroperasi di Provinsi Kepri.

LPK yang sudah ada di provinsi ini masih berstatus perwakilan sehingga tidak memiliki otoritas penuh dalam memberikan keputusan.

"Jadi kalau ada klaim harus diurus ke Pekanbaru sehingga rentang kendali dan waktu pengurusannya panjang," sambungnya.

Saidul Kudri, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri lainnya mengatakan, guna mengatasi kendala-kendala tersebut, pada kesempatan itu komisinya telah meminta perbankan untuk membuka kantor cabang di setiap kabupaten/kota yang ada di provinsi ini.

Hal itu untuk memudahkan para pelaku usaha mikro kecil di daerah lain mendapatkan fasilitas KUR sehingga penyalurannya tidak terkonsentrasi di Kota Batam yang sudah mendapatkan 71,81% dari total dana KUR yang telah disalurkan.

Komisi II juga menilai pengajuan sertifikat tanah atau bangunan di kabupaten/kota di Provinsi Kepri, selain Kota Batam, mempunyai kepastian yang lebih tinggi karena kepemilikan tanah di daerah-daerah itu berstatus hak milik, berbeda dengan Batam.

Selain itu, katanya, Komisi II juga akan meminta Pemprov Kepri untuk mengupayakan adanya pengoperasian kantor LPK, seperti Askrindo dan Jamkrindo di provinsi ini.

"Begitu juga LPK milik daerah. Kami akan minta pemprov mendirikannya seperti yang sudah didirikan di Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan," sambungnya.

Dia mengatakan, dari studi banding yang telah dilakukan Komisi II DPRD Provinsi Kepri belum lama ini, ketiga provinsi itu sudah mendirikan LPK milik daerah yang sejauh ini sudah mampu membantu penyaluran KUR dan mendapatkan keuntungan bisnis yang signifikan.