Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diduga Jadi Mafia Lahan, Dirut PT Megah Karya Nanjaya Diadili di PN Batam
Oleh : Pascal Rh
Jumat | 23-06-2023 | 14:44 WIB
Kasi_Intel_Kejari_Batam_Andreas_Tarigan.jpg Honda-Batam
Kasi Intel Kejari Batam, Andreas Tarigan, Jumat (23/6/2023) (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kepala Seksi Inteljen (Kasi Intel) Kejari Batam, Andreas Tarigan, mengatakan kasus yang menjerat Direktur Utama PT Megah Karya Nanjaya, Budi Sudarmawan --yang diduga menjadi mafia lahan di Kota Batam telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

"Kasus yang menjerat Dirut PT Megah Karya Nanjaya sudah disidangkan di PN Batam. Saat ini proses sidangnya sudah memasuki agenda Tanggapan Jaksa Atas Eksepsi Terdakwa. Jadi, sudah 3 kali sidang," kata Kasi Intel Kejari Batam Andreas Tarigan, Jumat (23/6/2023).

Andreas menuturkan dalam perkara ini, terdakwa Budi Sudarmawan selaku Direktur Utama PT Megah Karya Nanjaya dijerat dengan Pasal 69 dan Pasal 70 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ketika disinggung terkait status terdakwa, Andreas mengatakan bahwa saat ini terdakwa Budi Sudarmawan telah ditahan.

"Status yang bersangkutan langsung kita tahan saat proses penyerahan barang bukti dan tersangka (Tahap II) dari Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)," tegas Andreas.

Untuk diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jendral Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR), Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang berhasil mempidanakan PT Mega Karya Nanjaya yang diduga memperjualbelikan kavling di kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Batam, Kepulauan Riau sejak tahun 2019-2022 lalu.

Menurut Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Ditjen PPTR, Ariodillah Virgantara, penyidikan terhadap kasus perubahan fungsi lahan di kawasan hutan lindung yang diperjualbelikan didasarkan pada hasil audit tata ruang kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan dan Karimun oleh Kementerian ATR/BPN pada 2019.

"Dari hasil penyidikan ditemukan ketidaksesuaian rencana tata ruang dengan implementasi di lapangan. Ternyata hasil audit yang seharusnya hutan sudah tidak menjadi hutan lagi," kata Ariodillah melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Ariodillah menjelaskan, pihaknya telah melakukan penelusuran melalui citra satelit pada 2020, 2021 dan 2022 terdapat gerakan, di mana tutupan yang masih ada pada 2017 mulai dibongkar. Selanjutnya lahan tersebut dijadikan kavling-kavling yang dijual dengan harga murah.

Lebih lanjut, Ditjen PPTR telah dua kali memasang plang peringatan yang melarang pembangunan di daerah hutan lindung pada 2020 dan 2022 namun dibongkar oleh oknum tidak dikenal. Aktivitas pembangunan tetap berjalan bahkan sejumlah rumah pun telah di dirikan.

Dengan sejumlah bukti yang ada, kata Ariodillah, Budi Sudarmawan selaku Direktur Utama PT Megah Karya Nanjaya dinyatakan melakukan tindakan ilegal dan melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Kemudian, Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang menindaklanjuti ke Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau hingga Kepolisian Daerah untuk melakukan penindakan terhadap tersangka.

"Dalam proses yang berjalan hampir satu tahun, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah menemukan tersangka dan berkas perkaranya telah lengkap atau P21. Berkas telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam," tambah Ariodillah.

"Kasus hutan lindung yang diperjualbelikan ini tidak hanya merugikan negara, namun warga masyarakat yang paling dirugikan. Sebab transaksi jual beli dilakukan secara sepihak oleh tersangka. Dimana tersangka membuat masterplan palsu tanpa persetujuan Badan Pengusahaan (BP) Batam," pungkasnya.

Editpr: Surya