Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Unair Luluskan Doktor Termuda Ilmu Farmasi Usia 24 Tahun dengan IPK Sempurna
Oleh : Redaksi
Minggu | 04-06-2023 | 14:04 WIB
maria_doktor_termuda_b.jpg Honda-Batam
Maria Apriliani Gani, berhasil lulus menjadi doktor termuda Ilmu Farmasi, Unair Surabaya (Foto: Beritasatu)

BATAMTODAY.COM, Surabaya - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur meluluskan doktor termuda berusia 24 tahun dari Fakultas Farmasi. Doktor termuda itu bernama Maria Apriliani Gani.

Maria merasa sangat bangga dengan pencapaiannya tersebut, yang berhasil menyandang gelar doktor termuda Ilmu Farmasi di Unair tersebut, di usia 24 tahun.

"Saya sangat senang karena ini menjadi kado ulang tahun saya yang ke-24," ucap Maria yang merupakan awardee beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), Sabtu (3/6/2023).

Dalam studi doktoralnya, Maria melakukan penelitian dan mengembangkan biomaterial berukuran nanometer untuk aplikasi defek tulang dengan tujuan mengatasi permasalahan mahalnya produk implan tulang impor di Indonesia.

Ia berharap, hasil disertasinya dapat menyumbang teori baru di bidang farmasi, sekaligus dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Perempuan kelahiran Minahasa, 9 April 1999 ini mengaku enggan menyia-nyiakan masa muda. Itu yang membuatnya tidak hanya lulus doktor di usia yang masih sangat muda, tetapi juga berhasil dinobatkan sebagai wisudawan terbaik jenjang S3 Fakultas Farmasi Unair. Ia bahkan lulus dengan perolehan IPK sempurna, 4.00.

Maria bercerita, sejak menempuh pendidikan S1, ia telah menaruh perhatiannya pada dunia penelitian. Ia juga kerap mengikuti berbagai ajang penelitian bergengsi tingkat nasional, seperti program kreativitas mahasiswa (PKM).

Maria juga memperoleh apresiasi berupa beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Ilmiah (PKPI) dari Kemendikbudristek.

Lewat beasiswa itu, ia berkesempatan menapaki Negeri Ginseng untuk melakukan penelitian di Seoul National University selama enam bulan.

Maria juga mendapat kepercayaan untuk mengerjakan proyek penelitian dengan University of Rennes, Perancis. Bahkan, ia mendapat bantuan mobilitas Séjour Scientifique de Haut Niveau (SSHN) dari Pemerintah Prancis.

Maria menuturkan, melakukan penelitian di luar negeri bukan perkara mudah. Ia sempat merasa kesulitan beradaptasi dengan budaya baru, meski akhirnya berhasil mengatasi. Kendati demikian, ia sangat bersyukur karena memperoleh ilmu dan pengalaman baru.

"Di sana saya bisa mengenal teknologi-teknologi baru yang belum ada di Indonesia. Saya juga banyak belajar mengenai kultur positif dan beberapa di antaranya saya terapkan di Indonesia," ungkapnya.

Sumber: Beritasatu

Editor: Surya