Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tanah Dihargai Rp100/M2, Warga Bintan Dizholimi
Oleh : Dodo
Rabu | 23-02-2011 | 15:26 WIB
Bintan-Beach-300x200.jpg Honda-Batam

Salah satu sudut pemandangan indah dari kawasan wisata mewah Lagoi, yang sampai saat ini masih dipermaslahkan warga karena kawasan wisata mewah itu hanya membayar tanah mereka Rp100/M2. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Tanah seluas 17.000 Ha dibebaskan hanya dengan harga Rp100/M2, warga Bintan merasa dizholimi dan mengadukan nasibnya kepada Komnas HAM dalam pertemuan di Hotel Panaroma Regency, Batam, Rabu 23 Ferbruari 2011.

Puluhan warga Bintan yang mewakili ribuan KK dari 10 Desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Bintan, kepada Anggota Komnas HAM Ridha Saleh meminta keadilan karena tanah mereka telah dibebaskan dibawah tekanan rezim Suharto pada tahun 1991, sehingga tanah dilepas di bawah harga normal.

"Pembebasan terjadi pada tahun 1991 ketika rezim Suharto masih berdiri, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tanah kami hanya dihargai Rp100 per meter, mas" ujar Jafar salah seorang warga ketika pertemuan dengan Komnas HAM sedang break.

Jafar, warga Sribintan ini meminta, agar Komnas HAM bersedia menjadi mediator agar warga mendapat keadilan.

"Kami minta harga yang wajar, masak Rp100 per meter," tutur Jafar.

Warti, warga Desa Lagoi juga menyataklan hal yang sama, Dan dia mengaku atas tanahnya yang mencapai 12 Ha, dia hanya mendapat uang ganti rugi Rp 12 juta, karena memang tanahnya hanya dihargai Rp100 per meter.

"Saya sebenarnya menolak, namun kemudian saya dan keluarga mengalami teror, rumah saya malam-malam ditembaki orang tidak dikenal," cerita Warti dengan airmata berlinang.

Tanah Jafar dan Warti hanyalah bidang kecil dari tanah yang dibebaskan PT Buana Mega Wisatama (BMW) yang mencapai seluas 23.000 Ha mencakup 10 desa dan masuk dalam 3 wilayah kecamatan di kabupaten Bintan, yaitu, kecamatan Gunung Kijang, Tanjung Uban Kota, dan Teluk Sebong, pada tahun 1991.

Namun demikian hingga saat ini PT BMW, sebuah konsorsium pengusaha Indonesia-Singapura-Malaysia, baru bisa membebaskan areal seluas 17.000 Ha dari plan pembebasan seluas 23.000 HA.

Di atas areal tersebut kini telah berdiri sebuah kawasan wisata mewah yang sangat terkenal di kabupaten Bintan yang bernama Lagoi.  Karenanya warga yang merasa terzholimi dengan kehadiran kawasan wisata tersebut menghimpun diri dalam sebuah yayasan yang mereka beri nama Yayasan Tragedi lagoi (YTL).

Yayasan YTL terus berupaya mencari keadilan atas anggotanya yang telah dirampas tanahnya oleh PT BMW yang ketika itu bekerja sama dengan aparat represif Orde Baru pada era Suharto..

Persoalan HAM

Anggota Komnas HAM Ridha Saleh, kepada wartawan di Hotel Panorama mengaku hadir untuk memediasi kepentingan warga baik kepada pengusaha maupun pemerintah Kabupaten Bintan.

"Komnas HAM melihat memang ada upaya represif dalam proses pembebasan tanah di kawasan Lagoi," kata Ridha. Komnas HAM, kata Ridah, dalam hal ini berada dalam posisi untuk memediasi kepentingan warga.

"Komnas akan berbicara kepada pengusaha dan pihak pemerintah, agar warga mendapatkan keadilan," tegas Ridha.

Meski pertemuan sudah berlangsung sejak pukul 10.00 WIB, namun hingga saat break, Ridah mengaku pembicaraan belum juga menghasilkan solusi yang konkrit.

Ketika batamtoday menanyakan kepada Ridha, apakah dalam proses pembebasan lahan tersebut Komnas HAM melihat adanya pelanggaran HAM, Ridha menjawab secara diplomatis.

"Ada persoalan HAM. Jangan dulu paksa saya mengatakan ada pelanggaran HAM," jawab Ridha.

Ridha berharap, evaluasi soal besaran ganti rugi adalah salah satu opsi penyelesaian, namun demikian pihaknya masih mencoba mencari opsi lain sebagai solusi yang mungkin lebih mudah diterima kedua belah pihak, yakni warga dan pengusaha.

Solusi yang dimaksud Ridha adalah, mungkin dengan memberikan lapangan pekerjaan kepada warga korban Lagoi, karena dia mendapat informasi banyak warga di sekitar kawasan wisata  tersebut yang masih mengganggur.